Ayat pembuka dari pasal ke-27 dalam Kitab 2 Tawarikh memperkenalkan kita pada seorang raja penting dalam sejarah Yehuda, yaitu Uzia. Pada usianya yang masih sangat muda, enam belas tahun, Uzia telah dipercayakan takhta kerajaan Yehuda. Periode pemerintahannya yang membentang selama lima puluh dua tahun di Yerusalem merupakan salah satu masa pemerintahan terlama dan paling signifikan dalam sejarah kerajaan selatan Israel ini.
Usia muda Uzia saat naik takhta tentu menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana ia bisa memimpin sebuah kerajaan yang kompleks. Namun, Alkitab seringkali menunjukkan bahwa Tuhan dapat mengangkat dan memperlengkapi individu, bahkan yang muda sekalipun, untuk menjalankan kehendak-Nya. Di bawah bimbingan yang tepat dan dengan pemeliharaan Tuhan, seorang raja muda bisa menjadi pemimpin yang kuat dan bijaksana.
Lima puluh dua tahun adalah rentang waktu yang sangat panjang. Bayangkan stabilitas dan pertumbuhan yang bisa dicapai dalam kurun waktu tersebut. Uzia mewarisi kerajaan yang mungkin masih dalam kondisi yang perlu diperbaiki, tetapi ia memiliki kesempatan emas untuk membentuk Yehuda menjadi bangsa yang lebih kuat, lebih makmur, dan yang terpenting, lebih taat kepada Tuhan. Periode yang panjang ini memberikan Uzia kesempatan untuk mengimplementasikan kebijakan, membangun infrastruktur, memperkuat militer, dan yang paling krusial, memimpin umat Tuhan dalam penyembahan yang benar.
Penyebutan nama ibunya, Yekhalya dari Yerusalem, memberikan sentuhan personal pada narasi raja. Ini mengingatkan kita bahwa di balik seorang pemimpin besar, seringkali ada sosok ibu yang memainkan peran penting dalam pembentukan karakter dan latar belakang mereka. Yekhalya, sebagai ibu dari raja, kemungkinan besar telah memberikan pengaruh, pendidikan, atau doa yang turut membentuk Uzia sebelum dan selama masa pemerintahannya.
Masa pemerintahan Uzia, seperti yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam pasal-pasal berikutnya, dikenal sebagai masa keemasan bagi Yehuda. Ia adalah seorang raja yang saleh dan cakap. Ia melanjutkan kebijakan-kebijakan baik yang telah dirintis oleh pendahulunya dan bahkan memperluas serta memperbaikinya. Keberhasilan militer, pembangunan di bidang pertanian, pertahanan kota Yerusalem, serta kemakmuran ekonomi menjadi ciri khas era Uzia. Namun, yang paling penting, Uzia berusaha keras untuk memulihkan ibadah yang benar kepada Tuhan, membersihkan praktik-praktik penyembahan berhala yang mungkin masih tersisa dan mendorong umat untuk kembali berserah kepada Sang Pencipta.
Kisah Uzia di 2 Tawarikh 27:1 bukan sekadar pengenalan seorang raja, melainkan sebuah titik awal untuk memahami bagaimana kepemimpinan yang saleh, bahkan dimulai di usia muda, dapat membawa dampak positif yang luar biasa bagi sebuah bangsa. Ini adalah pelajaran berharga tentang potensi yang Tuhan berikan, pentingnya bimbingan, dan berkat yang mengalir ketika seorang pemimpin memprioritaskan Tuhan dalam setiap aspek pemerintahannya.