2 Tawarikh 28:23

"Sebab ia telah mempersembahkan korban kepada allah-allah Damsyik, yang telah mengalahkannya, sambil berpikir: 'Dewa-dewa raja-raja Aram itu membantu mereka, jadi aku pun akan mempersembahkan korban kepada mereka, agar mereka membantu aku.' Tetapi dewa-dewa itu menjadi batu sandungan baginya dan bagi seluruh Israel."

Ayat 2 Tawarikh 28:23 membawa kita pada sebuah narasi yang penuh pelajaran moral dan spiritual, terutama mengenai kesesatan iman dan konsekuensinya. Dalam konteks sejarahnya, ayat ini menggambarkan tindakan Raja Ahas dari Yehuda yang, setelah dikalahkan oleh Siria, beralih menyembah dewa-dewa asing. Tindakan ini lahir dari ketakutan dan keputusasaan, sebuah upaya mencari pertolongan dari kekuatan yang ia yakini telah memberikan kemenangan kepada para penindasnya.

Pesan utama yang tersirat dalam ayat ini adalah penolakan terhadap penyembahan berhala dan penekanan pada kesetiaan kepada satu Tuhan yang benar. Raja Ahas melihat "keberhasilan" dewa-dewa Aram dan berpikir bahwa dengan mempersembahkan korban kepada mereka, ia akan mendapatkan perlindungan yang sama. Ini adalah bentuk pemikiran yang keliru, sebuah kesalahpahaman mendasar tentang sifat Allah dan sumber kekuatan sejati. Kemenangan militer seringkali memiliki banyak faktor yang kompleks, dan menyederhanakannya menjadi kekuatan ilahi dari dewa-dewa asing adalah sebuah kesesatan yang fatal.

Lebih jauh lagi, ayat ini menyoroti bahaya dari mencari solusi spiritual di luar jalur kebenaran yang telah ditetapkan. Alih-alih kembali kepada Tuhan Israel, yang adalah sumber kehidupan dan pertahanan, Ahas justru berpaling ke ilah-ilah palsu. Konsekuensi dari tindakan ini sangat menghancurkan: dewa-dewa tersebut justru menjadi "batu sandungan" baginya dan seluruh umat Israel. Ini berarti bukan pertolongan yang didapat, melainkan justru semakin terpuruk dalam kehancuran dan kesesatan. Hal ini menunjukkan bahwa penyembahan kepada dewa-dewa buatan manusia tidak hanya sia-sia, tetapi juga membawa dampak negatif yang mendalam.

Dalam kehidupan modern, ayat ini tetap relevan. Kita mungkin tidak lagi secara harfiah menyembah patung dewa-dewa seperti di zaman Ahas, tetapi godaan untuk mencari pertolongan dari "dewa-dewa" lain tetap ada. "Dewa-dewa" ini bisa berupa kekayaan materi, kekuasaan, status sosial, atau bahkan solusi-solusi instan yang ditawarkan dunia tanpa melibatkan prinsip-prinsip ilahi. Sama seperti Ahas yang mengorbankan kesetiaan pada Tuhan demi kenyamanan sesaat atau harapan akan kemenangan yang semu, kita pun bisa terjebak dalam pencarian kebahagiaan atau keamanan di tempat yang salah.

Pelajaran yang dapat dipetik adalah bahwa kesetiaan yang teguh kepada Tuhan, serta penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak-Nya, adalah jalan menuju kekuatan dan kedamaian yang sejati. Mengandalkan kekuatan atau sumber daya selain Dia hanya akan membawa kita pada kekecewaan dan kehancuran. 2 Tawarikh 28:23 mengingatkan kita untuk tidak pernah meremehkan kesesatan iman dan selalu waspada terhadap segala bentuk penyembahan berhala modern yang dapat menjauhkan kita dari sumber kehidupan yang sesungguhnya.

IMAN
Simbol kekuatan dan ketergantungan