2 Tawarikh 31:13 - Persembahan yang Melimpah dan Hati yang Gembira

"Dan Hizkia menetapkan tempat-tempat persepuluhan di dalam rumah TUHAN. Ia memerintahkan orang Lewi untuk mengambil bagian mereka dari pada hasil yang diperoleh dari ladang-ladang untuk mempersembahkan persembahan persepuluhan kepada TUHAN. Dan mereka menyimpannya di gudang-gudang di rumah TUHAN."
Berkat

Ayat 2 Tawarikh 31:13 ini merupakan bagian dari kisah pemulihan ibadah dan keadilan di bawah kepemimpinan Raja Hizkia di Yehuda. Setelah masa kegelapan penyembahan berhala, Hizkia memimpin sebuah gerakan reformasi yang mendalam, yang mencakup pemulihan Bait Suci, pengadaan persembahan yang layak, dan penyelenggaraan ibadah yang sesuai dengan perintah Tuhan. Ayat ini secara spesifik menyoroti bagaimana Hizkia memastikan kelancaran pasokan bagi para imam dan orang Lewi yang melayani di Bait Suci. Ia memerintahkan agar persepuluhan, yang merupakan hak mereka untuk menopang pelayanan mereka, dikumpulkan dengan tertib dan disimpan di tempat yang semestinya.

Lebih dari sekadar aspek organisasional, ayat ini menyimpan makna yang lebih dalam tentang roh persembahan. Hizkia tidak hanya memastikan bahwa sistem pengumpulan persepuluhan berjalan, tetapi ia juga ingin memastikan bahwa pelayanan dilakukan dengan hati yang benar. Dalam konteks pasal ini, kita melihat bagaimana umat Yehuda merespons pemulihan ini dengan antusias. Mereka mempersembahkan banyak hasil panen dan barang berharga lainnya. Ketaatan Hizkia dalam mengatur persembahan menjadi dasar bagi umat untuk berani memberi dan melayani. Ini mengajarkan kita bahwa kepemimpinan yang taat dan terorganisir dapat membangkitkan semangat memberi dan melayani dalam jemaat.

Persepuluhan, seperti yang digambarkan dalam ayat ini, bukanlah sekadar kewajiban finansial, melainkan sebuah bentuk pengakuan atas kedaulatan Tuhan atas segala sesuatu. Ketika umat memberikan persepuluhan mereka, mereka sedang mengakui bahwa semua yang mereka miliki berasal dari Tuhan. Dengan Hizkia mengatur agar persepuluhan ini sampai kepada para pelayan Tuhan, ia memastikan bahwa mereka yang secara khusus didedikasikan untuk pelayanan rohani dapat menjalankan tugas mereka tanpa terganggu oleh kebutuhan materi. Hal ini menciptakan sinergi yang kuat antara umat yang memberi dan pelayan yang menerima, keduanya bekerja sama untuk kemuliaan Tuhan.

Kisah ini juga mengajarkan tentang pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan persembahan. Hizkia menetapkan tempat-tempat persepuluhan dan memerintahkan agar mereka disimpan di gudang-gudang di rumah Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa persembahan harus dikelola dengan baik dan sampai kepada penerima yang berhak. Dalam konteks gereja masa kini, prinsip ini tetap relevan. Pengelolaan keuangan gereja yang jujur dan bertanggung jawab akan membangun kepercayaan jemaat dan mendorong mereka untuk terus memberi dengan murah hati.

Pada akhirnya, 2 Tawarikh 31:13 menggambarkan sebuah tatanan pelayanan yang sehat di mana ketaatan kepada Tuhan terwujud dalam tindakan nyata. Persembahan yang dikumpulkan dan didistribusikan dengan benar memberdayakan para pelayan untuk fokus pada tugas rohani mereka, dan ini pada gilirannya memberkati umat secara keseluruhan. Semangat memberi dan melayani yang dipelopori oleh Hizkia adalah teladan bagi kita semua untuk terus mendukung pekerjaan Tuhan di dunia ini dengan sukacita dan ketulusan.