Ayat 2 Tawarikh 32:13 merupakan sebuah peringatan keras yang disampaikan oleh Sanherib, raja Asyur, kepada Hizkia, raja Yehuda, menjelang pengepungan Yerusalem. Kata-kata ini bukan sekadar ancaman biasa, melainkan sebuah tantangan yang mendalam terhadap iman dan kepercayaan Hizkia kepada Tuhan. Sanherib, dengan segala keangkuhan dan kekuatannya, mencoba menggoyahkan iman umat Tuhan dengan mengingatkan mereka bahwa Tuhan yang mereka sembah, yang mereka andalkan, justru yang telah mereka lupakan dan tinggalkan.
Pesan dari ayat ini bergema kuat bahkan hingga masa kini. Seringkali, dalam kesulitan dan cobaan, manusia cenderung bersandar pada kekuatan sendiri, pada solusi-solusi duniawi, atau bahkan menyerah pada keputusasaan. Dalam proses tersebut, kita tanpa sadar bisa saja "melupakan" atau "meninggalkan" Tuhan yang telah begitu setia menyertai langkah-langkah kita. Sanherib menggunakan kelupaan ini sebagai senjata untuk menebar ketakutan dan keraguan. Ia ingin Hizkia dan rakyatnya merasa bahwa mereka tidak memiliki harapan karena telah berpaling dari sumber kekuatan sejati mereka.
Namun, sejarah mencatat bahwa Hizkia tidak jatuh dalam perangkap Sanherib. Sebaliknya, ia membawa persoalan ini kepada Tuhan dalam doa dan memohon pertolongan-Nya. Respons Tuhan pun luar biasa, di mana malaikat Tuhan turun dan membinasakan seratus delapan puluh lima ribu tentara Asyur dalam satu malam. Ini adalah bukti nyata bahwa Tuhan tidak akan membiarkan umat-Nya yang setia dipermainkan oleh musuh. Ketika kita dihadapkan pada situasi yang terasa mustahil, seperti yang dihadapi Hizkia, ayat ini mengingatkan kita untuk tidak membiarkan keraguan atau ketakutan membuat kita melupakan Tuhan.
Renungan dari 2 Tawarikh 32:13 mengajarkan kita pentingnya menjaga hubungan yang erat dengan Tuhan. Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, dengan segala kemajuan teknologi dan kemudahan yang ditawarkan, sangat mudah untuk terlena dan menjauh dari Sang Pencipta. Kita mungkin menjadi begitu sibuk dengan urusan duniawi sehingga lupa untuk berdoa, membaca firman-Nya, atau sekadar merenungkan kebaikan-Nya. Sanherib berhasil menggali kelemahan terbesar manusia: kecenderungan untuk melupakan siapa yang memberi kekuatan dan harapan sejati. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk secara sadar memilih untuk mengingat Tuhan dalam segala situasi, baik di saat suka maupun duka. Kepercayaan kita kepada-Nya adalah jangkar yang kokoh, yang akan menopang kita saat badai kehidupan menerpa.
Jangan biarkan tantangan hidup membuat kita meragukan kuasa Tuhan. Sebaliknya, jadikanlah kesulitan sebagai momen untuk semakin mendekatkan diri kepada-Nya, untuk memperkuat iman, dan untuk membuktikan bahwa Dia adalah sumber kekuatan dan pengharapan yang tak pernah padam. Seperti Hizkia, hadapi setiap tantangan dengan iman, bukan dengan keputusasaan, dan ingatlah janji-Nya yang selalu setia menyertai kita.