Kitab Yehezkiel adalah sebuah pengingat kuat tentang ketidaksetiaan umat Israel dan konsekuensinya. Namun, di balik peringatan yang keras, terdapat pula seruan mendalam untuk kebenaran, keadilan, dan ketaatan kepada Tuhan. Ayat Yehezkiel 22:7 secara spesifik menyoroti kegagalan moral yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Yerusalem yang pada saat itu berada di ambang kehancuran. Ayat ini bukan sekadar kutipan, melainkan jendela untuk memahami standar keadilan yang Tuhan tetapkan bagi umat-Nya.
Ayat tersebut dengan tegas menggambarkan serangkaian tindakan tidak adil: perampasan hak, penindasan terhadap orang asing, yatim piatu, dan janda. Keempat kelompok ini adalah mereka yang paling rentan dalam masyarakat kuno. Orang asing, tanpa ikatan keluarga atau suku, seringkali menjadi sasaran eksploitasi. Yatim piatu dan janda, yang kehilangan pelindung utama mereka, sangat bergantung pada kebaikan dan perlindungan masyarakat. Tindakan merampas hak mereka adalah pelanggaran serius terhadap tatanan sosial dan moral yang seharusnya dijunjung tinggi.
Tuhan mengharapkan umat-Nya untuk menjadi terang di tengah kegelapan, mempraktikkan keadilan dan belas kasih kepada semua orang, terutama mereka yang paling membutuhkan. Namun, gambaran dalam Yehezkiel 22:7 menunjukkan realitas yang menyakitkan: norma-norma kesalehan dan keadilan telah terkikis. Para pemimpin dan anggota masyarakat telah mengabaikan perintah Tuhan untuk melindungi yang lemah dan malah mengeksploitasi mereka demi keuntungan pribadi.
Perjuangan untuk menegakkan keadilan adalah tema yang terus berulang dalam Alkitab. Tuhan peduli terhadap cara kita memperlakukan sesama, terutama mereka yang tidak berdaya. Ini adalah inti dari hukum Taurat dan ajaran para nabi. Yehezkiel, dalam konteks peringatan dan penghakiman, juga mengingatkan umat tentang pentingnya kembali ke jalan yang benar. Kegagalan dalam menerapkan keadilan dan belas kasih bukan hanya masalah sosial, tetapi juga masalah rohani yang serius yang memisahkan manusia dari Tuhan.
Meskipun ayat ini berasal dari konteks sejarah yang spesifik, pesannya tetap relevan hingga hari ini. Di mana pun ada ketidakadilan, penindasan, atau eksploitasi terhadap kelompok rentan, ayat Yehezkiel 22:7 berbicara kepada kita. Kita dipanggil untuk tidak hanya mengutuk ketidakadilan, tetapi juga untuk secara aktif berpartisipasi dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan penuh kasih.
Sebagai individu, kita dapat memeriksa hati nurani kita: apakah kita cenderung merampas hak orang lain, baik secara sengaja maupun tidak sengaja? Apakah kita menunjukkan kepedulian kepada orang asing, yatim piatu, dan janda di sekitar kita—mereka yang mungkin merasa terpinggirkan atau kurang beruntung? Sebagai komunitas, kita harus berupaya membangun sistem yang melindungi hak-hak semua orang dan memberdayakan mereka yang lemah. Mengingat Yehezkiel 22:7 adalah pengingat bahwa Tuhan mengamati tindakan kita, dan Dia peduli tentang keadilan dan kesejahteraan umat-Nya. Ini adalah panggilan untuk bertindak, untuk mencerminkan kasih dan keadilan-Nya dalam kehidupan kita sehari-hari.