Ilustrasi visual tentang perjalanan Manasye.
Kisah Raja Manasye, yang tercatat dalam kitab 2 Tawarikh pasal 33, menawarkan sebuah pelajaran yang mendalam tentang kekuasaan, dosa, pertobatan, dan pengampunan ilahi. Ayat 21 secara spesifik menandai permulaan masa pemerintahan Manasye di Yerusalem, sebuah periode yang akan diwarnai oleh kontras yang tajam antara kejahatan yang mengerikan dan kesadaran spiritual yang tulus.
Manasye naik takhta Kerajaan Yehuda pada usia yang sangat muda, yaitu dua puluh dua tahun. Ini adalah usia di mana seorang raja masih sangat rentan terhadap pengaruh orang-orang di sekitarnya. Sayangnya, pengaruh yang ia terima justru mengarahkannya pada jalan yang sangat menyimpang dari ketetapan Tuhan. Kitab suci menggambarkan masa pemerintahannya yang panjang, lima puluh lima tahun, sebagai salah satu yang paling kelam dalam sejarah Israel.
Di bawah pemerintahannya, Manasye mempromosikan praktik-praktik penyembahan berhala yang menjijikkan. Ia mendirikan mezbah-mezbah untuk dewa-dewa asing di dalam Bait Suci Tuhan sendiri, yang seharusnya menjadi tempat kediaman Allah. Ia menyembah tentara langit, membuat patung dewa-dewa yang ia bangun, dan bahkan mengorbankan anak-anaknya sendiri dalam api. Perilakunya bukan hanya merupakan pelanggaran terhadap hukum Tuhan, tetapi juga merupakan penghinaan besar terhadap kekudusan dan kehormatan Allah.
Tindakan-tindakan Manasye tidak hanya berdampak buruk bagi dirinya, tetapi juga bagi seluruh umat Israel. Kesalahannya membawa murka Tuhan ke atas Yehuda dan Yerusalem, yang berpuncak pada penyerbuan oleh bangsa Asyur. Manasye sendiri akhirnya ditangkap dan dibawa ke pembuangan di Babel, di mana ia mengalami penderitaan yang mendalam.
Namun, inilah titik krusial dalam kisah Manasye. Dalam masa kesengsaraannya di Babel, di tengah keputusasaan dan penderitaan, Manasye akhirnya merendahkan diri dan mencari Tuhan Allah leluhurnya. Ia memohon kepada Tuhan, bertobat dengan sungguh-sungguh dari segala kesalahannya. Dan Tuhan, dalam kerahiman-Nya yang tak terbatas, mendengarkan permohonannya. Ia mengampuni Manasye, memulihkan takhtanya, dan mengembalikannya ke Yerusalem.
Sekembalinya ke takhta, Manasye menunjukkan perubahan yang drastis. Ia menyingkirkan patung-patung dewa asing, memperbaiki mezbah Tuhan, dan memanggil umatnya untuk kembali menyembah Tuhan. Ia juga berupaya untuk menebus dosa-dosanya dengan melakukan tindakan kebaikan dan keadilan.
Kisah Manasye mengajarkan kita bahwa tidak peduli seberapa dalam seseorang jatuh ke dalam dosa, pintu pertobatan selalu terbuka. Kerahiman Tuhan jauh lebih besar daripada kesalahan manusia. Bahkan pada usia muda, seperti yang ditunjukkan oleh ayat 21, seseorang dapat membuat pilihan yang buruk. Namun, seperti yang ditunjukkan oleh sisa hidup Manasye, sebuah kehidupan yang panjang dapat menjadi kesempatan untuk perubahan total, kembali kepada Tuhan, dan hidup dalam kebenaran-Nya.