2 Tawarikh 33:23 - Berani Berubah Menjadi Lebih Baik

"Tetapi ia tidak membumi hatinya, meskipun ia melihat kesedihan ayahnya Hizkia, dan ia tidak merendahkan diri di hadapan TUHAN."

Simbol perubahan dan hati yang tercerahkan

Ayat kunci dari 2 Tawarikh 33:23 seringkali dikutip dalam konteks bagaimana Manasye, raja Yehuda, pada awalnya menolak untuk belajar dari kesalahan dan kesedihan ayahnya, Hizkia. Hizkia adalah seorang raja yang saleh, yang telah membawa pembaharuan spiritual besar di Yehuda. Namun, Manasye, setelah naik takhta, mengambil jalan yang sangat berbeda. Ia membangun kembali tempat-tempat pemujaan berhala yang telah dihancurkan ayahnya, menempatkan patung dewa-dewa asing di Bait Suci, dan bahkan mengorbankan anak-anaknya dalam api. Tindakannya ini membawa murka TUHAN ke atas Yehuda.

Kutipan dari 2 Tawarikh 33:23 ini menyoroti sebuah titik krusial dalam perjalanan hidup Manasye. Meskipun melihat secara langsung konsekuensi dari ketidaktaatan ayahnya dan kegagalan untuk membumi hatinya, ia memilih untuk tetap berada di jalan kesesatan. Kata "membumi hatinya" menyiratkan kerendahan hati, kesediaan untuk belajar, dan penerimaan akan kebenaran. Sebaliknya, Manasye mengeras di hatinya, menolak untuk merendahkan diri di hadapan TUHAN. Ini adalah deskripsi yang gamblang tentang ketidakpedulian terhadap teguran ilahi dan penolakan terhadap jalan yang benar.

Namun, kisah Manasye tidak berakhir di sini. Ayat selanjutnya dalam 2 Tawarikh 33:10-16 menceritakan tentang bagaimana TUHAN mendatangkan para pemimpin Asyur yang menangkap Manasye dan membawanya ke Babel dalam keadaan terhina. Di pembuangan, dalam penderitaan dan penyesalan yang mendalam, barulah hati Manasye akhirnya "membumi". Ia merendahkan diri dengan sangat di hadapan TUHAN, berdoa dengan sungguh-sungguh, dan bertobat. TUHAN mendengarkan permohonannya, mengampuninya, dan memulihkannya kembali ke takhtanya di Yerusalem.

Kisah Manasye, yang dimulai dengan penolakan untuk belajar dari keteladanan positif ayahnya (seperti yang tersirat dalam ayat 23), berubah menjadi sebuah kesaksian yang luar biasa tentang kekuatan pertobatan dan belas kasihan Allah. Ini mengajarkan kita bahwa pintu perubahan selalu terbuka, bahkan bagi mereka yang telah melakukan kesalahan besar. Pelajaran penting dari ayat 23 ini adalah peringatan keras: menolak untuk belajar dari pengalaman, baik positif maupun negatif, adalah resep menuju kehancuran. Namun, ironisnya, penolakan awal Manasye inilah yang akhirnya membawanya pada titik terendah di mana ia akhirnya bersedia untuk berubah secara fundamental.

Di dunia modern ini, kita sering dihadapkan pada pilihan untuk belajar dari pengalaman orang lain, dari teguran halus, atau bahkan dari kenyataan pahit. Mampu "membumi hati" berarti bersikap terbuka terhadap pelajaran, mengakui kesalahan, dan memiliki kerendahan hati untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Sama seperti Manasye yang akhirnya bertobat, kita semua memiliki kesempatan untuk mengubah arah hidup kita, melepaskan keangkuhan, dan mencari hadirat TUHAN dalam kerendahan hati. Kisah ini adalah undangan abadi untuk terus berupaya menjadi pribadi yang lebih baik, terlepas dari masa lalu kita.