2 Tawarikh 33:4 - Hikmat Manusia dan Peringatan Tuhan

"Ia mendirikan mezbah-mezbah di rumah TUHAN, walaupun Daud, ayahnya, telah menetapkan bahwa di Bait itu saja mezbah itu harus didirikan."

Ayat dari Kitab 2 Tawarikh pasal 33, ayat 4, membawa kita pada sebuah pengingat krusial tentang bagaimana tindakan pemimpin, khususnya dalam hal ibadah, dapat memiliki dampak yang luas dan mendalam. Ayat ini secara spesifik menyoroti perbuatan Raja Manasye yang mendirikan mezbah-mezbah tambahan di dalam rumah Tuhan. Hal ini sangat kontras dengan ketetapan yang telah dibuat oleh Raja Daud, seorang leluhur yang saleh, yang menetapkan bahwa hanya ada satu mezbah di Bait Suci. Peringatan ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah pelajaran abadi mengenai pentingnya ketaatan pada firman Tuhan dan bahaya penyimpangan, bahkan dalam praktik keagamaan.

Penyimpangan Ibadah dan Akibatnya

Tindakan Manasye yang mendirikan banyak mezbah menyiratkan upaya untuk memperluas praktik ibadah yang mungkin tidak sesuai dengan standar ilahi. Sejarah mencatat bahwa Manasye adalah seorang raja yang jatuh ke dalam penyembahan berhala, mendirikan mezbah untuk dewa-dewa asing dan melakukan praktik-praktik yang sangat tidak berkenan di mata Tuhan. Ayat ini bisa jadi merujuk pada penempatan mezbah-mezbah yang mengarah pada penyimpangan ini, meskipun ia tetap berada dalam lingkungan Bait Tuhan.

Tuhan telah menetapkan tatanan yang jelas untuk penyembahan umat-Nya, termasuk penempatan mezbah. Mezbah di Bait Suci adalah simbol pengorbanan yang mengarah pada pendamaian dan hubungan yang benar dengan Tuhan. Ketika seseorang menambahkan atau mengubah apa yang telah ditetapkan Tuhan, hal itu dapat diartikan sebagai ketidakpuasan terhadap cara Tuhan dan upaya untuk menggantinya dengan pemikiran atau keinginan manusiawi. Dalam konteks Manasye, penyimpangan ini akhirnya membawa kerajaan Yehuda pada kehancuran dan pembuangan. Tuhan, dalam kasih dan keadilan-Nya, tidak membiarkan penyimpangan ibadah yang serius ini tanpa konsekuensi.

Pentingnya Kesetiaan pada Firman

Perintah Daud untuk hanya memiliki satu mezbah di Bait Suci bukanlah sekadar aturan administratif, melainkan mencerminkan prinsip teologis yang mendalam. Ia menekankan keesaan Tuhan dan keunikan jalan pendamaian yang telah Tuhan sediakan. Dalam Perjanjian Lama, pengorbanan yang dipersembahkan di mezbah adalah lambang dari pengorbanan yang sempurna yang kelak akan datang. Penambahan mezbah bisa jadi merupakan upaya manusia untuk menambah atau memodifikasi cara keselamatan dan penyembahan yang telah Tuhan tetapkan, sebuah kesombongan rohani yang berbahaya.

Pelajarannya bagi kita hari ini adalah bahwa kesetiaan pada firman Tuhan dan prinsip-prinsip ilahi adalah pondasi yang kokoh dalam kehidupan rohani. Sama seperti Manasye, kita pun dapat tergoda untuk menyesuaikan kebenaran ilahi agar sesuai dengan pandangan dunia kita, atau untuk mengikuti tradisi manusia yang menyimpang dari ajaran Alkitab. Ayat ini mengingatkan kita untuk senantiasa memeriksa hati dan praktik ibadah kita, memastikan bahwa kita tidak menambah atau mengurangi dari apa yang telah dinyatakan Tuhan. Tuhan menghargai kesederhanaan dan ketulusan dalam ketaatan, lebih daripada kerumitan ritual yang keluar dari rel yang telah Dia tetapkan.

Pada akhirnya, kisah Manasye juga menunjukkan bahwa Tuhan tidak pernah menutup pintu pertobatan. Meskipun ia melakukan banyak kesalahan, Alkitab mencatat bahwa ia kemudian merendahkan diri di hadapan Tuhan dan bertobat. Ini adalah bukti bahwa Tuhan yang mengasihi dan berkuasa untuk memulihkan, namun pertobatan sejati dimulai dengan pengakuan atas kesalahan dan keinginan untuk kembali pada jalan-Nya yang lurus. 2 Tawarikh 33:4 menjadi peringatan akan bahaya penyimpangan ibadah, sekaligus dorongan untuk selalu berpegang teguh pada kebenaran firman Tuhan.