"Demikianlah firman TUHAN: 'Oleh karena Yehuda, umat-Ku, telah berbuat kejahatan, maka sesungguhnya Aku mendatangkan malapetaka atas tempat ini dan atas penduduknya, seperti yang telah difirmankan.'"
Sebuah nubuat yang diucapkan oleh Nabi Hulda kepada Raja Yosia dan seluruh umat Yehuda, seperti tercatat dalam kitab 2 Tawarikh pasal 34 ayat 23, membawa bobot kebenaran ilahi yang tak terbantahkan. Ayat ini merangkum esensi dari peringatan dan janji Tuhan yang sering kali disampaikan melalui para nabi-Nya. Nubuat ini bukanlah sekadar ramalan kosong, melainkan sebuah konsekuensi logis dari tindakan umat tersebut, sebuah cermin dari hubungan perjanjian antara Allah dan umat pilihan-Nya.
Pada masa Raja Yosia, Yehuda sedang mengalami periode pemulihan spiritual. Kitab Taurat ditemukan kembali, dan Yosia dengan antusias memimpin bangsa untuk kembali kepada ketaatan pada hukum Tuhan. Namun, kejahatan yang telah mengakar selama beberapa generasi tidak serta merta hilang. Ayat 23 ini menjadi pengingat keras bahwa meskipun ada upaya pembaruan, jejak-jejak dosa dan pemberontakan masa lalu tetap memiliki konsekuensi. Allah itu adil, dan kejahatan harus dihadapi.
Firman yang disampaikan Hulda menekankan dua aspek penting: kejahatan yang telah dilakukan dan malapetaka yang akan datang. "Oleh karena Yehuda, umat-Ku, telah berbuat kejahatan" — ini adalah pengakuan akan kegagalan moral dan spiritual yang mendalam. Kejahatan ini tidak hanya tindakan individu, tetapi juga kegagalan kolektif untuk memelihara kesucian perjanjian dengan Tuhan. Konsekuensinya adalah janji malapetaka yang tak terhindarkan: "maka sesungguhnya Aku mendatangkan malapetaka atas tempat ini dan atas penduduknya". Kata "malapetaka" di sini dapat merujuk pada berbagai bentuk hukuman ilahi, termasuk penaklukan oleh bangsa asing, pembuangan, dan kehancuran.
Meskipun terdengar suram, nubuat ini juga mengandung sisi keadilan ilahi. Allah tidak buta terhadap dosa, tetapi Dia juga penuh kasih dan pengampunan bagi mereka yang bertobat. Dalam konteks yang lebih luas dari pasal 34, Yosia merespons nubuat ini dengan kerendahan hati yang luar biasa. Ia tidak menolak atau mengabaikan firman Tuhan, melainkan justru semakin giat dalam upaya pemurnian dan pemulihan bangsa. Respons Yosia menunjukkan bahwa nubuat, meskipun berisi ancaman, juga dapat menjadi katalisator untuk pertobatan yang lebih dalam dan kesungguhan yang lebih besar dalam mencari Tuhan.
Penting untuk dipahami bahwa firman Tuhan adalah wahyu tentang karakter-Nya dan konsekuensi dari tindakan manusia. Nubuat seperti ini mengingatkan kita akan keseriusan dosa di mata Tuhan dan keteguhan-Nya dalam menegakkan kebenaran-Nya. Namun, ia juga berfungsi sebagai peringatan yang memberi kesempatan untuk berbalik dan mencari pengampunan. Kisah Yosia adalah teladan bagaimana manusia dapat merespons kebenaran ilahi yang keras, memilih jalan pertobatan, dan mendapatkan kasih karunia.
Konteks 2 Tawarikh 34:23 mengajarkan kita bahwa tindakan kita memiliki bobot dan akan dipertanggungjawabkan. Baik sebagai individu maupun sebagai komunitas, kita dipanggil untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Ketika kita menjauh dari-Nya, konsekuensinya tidak bisa dihindari. Namun, ketika kita merespons firman-Nya dengan hati yang tulus, kerendahan hati, dan keinginan untuk berubah, kita dapat mengalami pemulihan dan berkat dari Tuhan.