Kisah Hizkia, salah satu raja Yehuda yang saleh, dicatat dalam kitab 2 Tawarikh pasal 34. Ayat 8 ini menandai salah satu langkah penting dalam pemerintahannya: inisiasi pemulihan Rumah TUHAN. Pada masa sebelumnya, baik di bawah pemerintahan ayahnya, Amon, maupun raja-raja sebelumnya, Bait Allah di Yerusalem telah mengalami kerusakan dan pengabaian, bahkan dipenuhi dengan berhala-berhala asing. Ibadah yang murni kepada TUHAN telah lama dilupakan, digantikan oleh praktik-praktik yang dilarang.
Hizkia, diangkat menjadi raja pada usia muda, menunjukkan kebijaksanaan dan keberanian yang luar biasa. Keputusannya untuk segera memerintahkan perbaikan dan pemurnian Bait Allah menunjukkan komitmennya yang mendalam kepada TUHAN. Ini bukan sekadar tugas administrasi, melainkan sebuah misi spiritual untuk mengembalikan fokus bangsa kepada sumber kehidupan dan anugerah ilahi.
Ilustrasi: Fokus pada Renovasi dan Pemulihan
Perintah Hizkia sangat spesifik: melibatkan Hilkia (bukan Hizkia seperti yang mungkin tertulis dalam terjemahan lama), Sefanya, dan Yoah. Ini menunjukkan bahwa tugas penting ini tidak hanya dibebankan kepada satu orang, melainkan melibatkan para pejabat negara yang dipercayai. Mereka diberi wewenang dan sumber daya untuk mengumpulkan dana, mengawasi pekerjaan perbaikan, dan memastikan bahwa Bait Suci dikembalikan ke fungsinya yang semula sebagai tempat ibadah yang kudus bagi TUHAN.
Tujuan dari pemulihan ini jelas: mengembalikan umat Allah kepada persekutuan yang benar dengan Pencipta mereka. Ini bukan hanya tentang struktur fisik bangunan, tetapi lebih pada pemulihan spiritual bangsa. Ketika Bait Suci diperbaiki, itu menjadi simbol bahwa hubungan mereka dengan Allah juga sedang diperbaiki. Ini adalah langkah proaktif untuk membersihkan pengaruh-pengaruh jahat dan menegakkan kembali ketaatan kepada hukum-hukum Allah.
Kisah 2 Tawarikh 34:8 memberikan pelajaran berharga bagi kita hari ini. Pertama, pentingnya komitmen pribadi terhadap iman. Seperti Hizkia yang tidak menunda-nunda, kita pun dipanggil untuk secara aktif mengambil bagian dalam pemeliharaan dan pemurnian kehidupan rohani kita. Ini berarti memeriksa hati kita, menyingkirkan hal-hal yang mengalihkan fokus kita dari Allah, dan memperbaharui dedikasi kita kepada-Nya.
Kedua, pentingnya komunitas dalam pemulihan. Hizkia melibatkan para pemimpin, menunjukkan bahwa pemulihan rohani seringkali merupakan usaha kolektif. Di gereja dan komunitas iman kita, kita saling mendorong, mengoreksi, dan membangun satu sama lain dalam perjalanan iman. Ketika ada kerusakan atau kemerosotan spiritual, kerja sama dan dukungan bersama sangatlah krusial.
Terakhir, fokus pada apa yang kudus. Bait Suci adalah tempat khusus untuk hadirat Allah. Hari ini, 'Bait Suci' kita adalah tubuh kita, hati kita, dan komunitas orang percaya. Kita dipanggil untuk menjaga kekudusan tempat-tempat ini, menjauhkan dari segala sesuatu yang merusak dan mencemari, serta menjadikannya tempat yang layak bagi hadirat Allah melalui Roh Kudus. Ayat ini mengingatkan kita bahwa pemulihan yang sesungguhnya dimulai dari hati yang mau dibentuk kembali dan rumah ibadah yang mau dipulihkan.