Maka berserulah kusir-kusirnya kepadanya: "Berhentilah! Sebab luka-lukamu parah!" Tetapi ia berkata: "Letakkanlah aku mati, jangan! Aku mau dibunuh oleh pedang, asalkan aku tidak mati dengan luka dari pedang yang di tangan perempuan ini." Lalu Yosiapun mati, dan jenazahnya dibawa ke Yerusalem, lalu dikuburkan di makam nenek moyangnya.
Ayat 2 Tawarikh 35:23 mengisahkan momen terakhir Raja Yosia di medan perang. Yosia, seorang raja yang saleh dan dikenal membawa pembaharuan rohani di Yehuda, gugur dalam pertempuran melawan Firaun Nekho dari Mesir di Megido. Ayat ini bukan hanya sekadar catatan kematian seorang raja, melainkan mengandung makna yang dalam mengenai keberanian, kesetiaan, dan bahkan harga diri di hadapan kematian.
Meskipun luka-lukanya sangat parah, Yosia menunjukkan keteguhan hati yang luar biasa. Ia menolak perintah kusirnya untuk mundur atau menyelamatkan diri. Penolakan Yosia untuk "dibunuh oleh pedang, asalkan aku tidak mati dengan luka dari pedang yang di tangan perempuan ini" mengundang berbagai tafsiran. Beberapa melihatnya sebagai kebanggaan militer, sementara yang lain menyoroti keinginan untuk mati dengan terhormat, tidak dengan kehinaan akibat serangan musuh yang mungkin dianggap lebih memalukan bagi seorang raja. Namun, dalam konteks kehidupannya yang penuh dedikasi pada TUHAN dan umat-Nya, kematiannya di medan perang pun dapat dilihat sebagai bentuk kesaksian terakhirnya.
Kematian Yosia menjadi pukulan telak bagi Yehuda. Ia adalah harapan terakhir bagi bangsa itu untuk mempertahankan kemerdekaan dan kemurnian ibadah mereka. Nubuat-nubuat yang mengikuti kematian Yosia menunjukkan bahwa masa sulit akan segera datang bagi Yehuda, sebuah peringatan tentang konsekuensi dari dosa dan kemurtadan yang masih tersisa di hati sebagian umat.
Ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya kesetiaan hingga akhir. Baik dalam perjuangan fisik maupun rohani, menjaga integritas dan kehormatan diri, serta menyerahkan hidup kepada tujuan yang lebih besar adalah pelajaran berharga. Kisah Yosia, meskipun diakhiri dengan tragis, tetap menjadi pengingat akan dampak seorang pemimpin yang berusaha hidup benar dan setia kepada panggilannya, bahkan ketika menghadapi tantangan terbesar. Penguburannya di makam nenek moyangnya menandakan status dan penghormatan yang ia terima, meskipun akhir hidupnya di medan perang.
Dalam menghadapi situasi sulit, seperti yang dialami Yosia, prinsip-prinsip keberanian, keteguhan, dan keyakinan pada nilai-nilai yang dipegang teguh menjadi sangat penting. Ayat ini juga mengingatkan bahwa setiap keputusan memiliki konsekuensi, dan jalan kehidupan seseorang, termasuk akhir hayatnya, dapat memberikan pelajaran mendalam bagi generasi yang akan datang.
© Hak Cipta Dilindungi. Konten ini dibuat untuk tujuan edukasi.