Ayat 2 Tawarikh 35:4 mengajak kita merenungkan kembali tentang pentingnya organisasi dan persiapan dalam melaksanakan ibadah. Di tengah berbagai kegiatan dan kesibukan dunia modern, seringkali kita lupa akan esensi dari penyembahan yang benar. Ayat ini secara spesifik mengingatkan kita bahwa ibadah yang dipersembahkan kepada Tuhan haruslah teratur, terorganisir, dan dilandasi oleh ketetapan yang telah diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak hanya peduli pada niat hati, tetapi juga pada cara kita menyembah dan mempersembahkan diri kepada-Nya.
Perintah untuk menyiapkan diri "menurut kaum keluargamu, menurut kelompok-kelompok kerjamu" menyoroti prinsip partisipasi dan tanggung jawab kolektif. Dalam konteks Bait Allah, ini berarti setiap individu, keluarga, dan kelompok memiliki peran yang harus dijalankan. Ini bukan hanya tugas para imam atau kaum Lewi, tetapi seluruh umat. Tawarikh mencatat bagaimana Raja Hizkia dan kemudian Yosia, dengan semangat yang sama, mengembalikan ibadah yang tertata rapi di Bait Allah. Yosia, khususnya, memimpin pemulihan ibadah Paskah yang meriah, yang melibatkan semua lapisan masyarakat dalam persiapan dan pelaksanaannya.
Ketaatan pada "perintah Daud, raja Israel, dan sesuai dengan perintah Salomo, anaknya" menegaskan otoritas Firman Tuhan dan tradisi ibadah yang benar. Daud, dengan segala pengalaman dan kerinduannya, telah meletakkan dasar-dasar bagi penyembahan yang terstruktur. Salomo, yang membangun Bait Allah, melanjutkan dan melengkapi apa yang telah dimulai ayahnya. Ini menunjukkan bahwa ibadah yang berkenan kepada Tuhan adalah ibadah yang berakar pada kehendak-Nya seperti yang dinyatakan melalui para pemimpin pilihan-Nya. Kita tidak menciptakan aturan ibadah kita sendiri, melainkan taat pada apa yang telah Dia tetapkan melalui Firman-Nya.
Dalam era digital ini, kita dapat menemukan banyak sumber daya yang membantu kita memahami Firman Tuhan dan cara hidup yang berkenan kepada-Nya. Sama seperti orang Israel pada masa Yosia, kita dipanggil untuk tidak hanya beribadah, tetapi beribadah dengan hati yang tulus, persiapan yang matang, dan ketaatan pada perintah-Nya. Mempersiapkan diri secara pribadi, keluarga, maupun dalam komunitas gereja adalah bagian integral dari ibadah yang sejati. Mari kita renungkan bagaimana kita dapat menyelaraskan diri kita dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam 2 Tawarikh 35:4, sehingga ibadah kita menjadi sukacita bagi Tuhan dan membangun iman kita. Dengan demikian, kita dapat menjadi bagian dari umat yang senantiasa memuliakan nama-Nya dalam setiap aspek kehidupan.
Keteraturan yang diajarkan dalam ayat ini tidak bertujuan untuk membatasi kebebasan ekspresi dalam ibadah, melainkan untuk memastikan bahwa ibadah tersebut terarah, terfokus, dan sesuai dengan kehendak Allah. Hal ini seperti seorang musisi yang berlatih keras dan mengikuti partitur agar menghasilkan harmoni yang indah. Demikian pula, dalam ibadah, kita dipanggil untuk menempatkan diri kita dalam tatanan yang telah ditetapkan Tuhan, agar penyembahan kita menjadi sesuatu yang harmonis dan berkenan di hadapan-Nya.
Marilah kita mengambil pelajaran dari kisah dalam Kitab Tawarikh ini. Ketika umat Tuhan mau mengorganisir diri dan mempersiapkan diri sesuai dengan firman-Nya, ibadah mereka menjadi sebuah peristiwa yang penuh sukacita dan berkat. Kita pun dapat mengalami hal yang sama di masa kini. Dengan tekun mempelajari Firman, berdoa, dan bekerja sama dalam komunitas iman kita, kita dapat menciptakan suasana ibadah yang indah dan penuh kuasa, yang memuliakan nama Tuhan kita.