"Mereka membakar rumah Allah, meruntuhkan tembok Yerusalem, membakar segala istana di sana dengan api, dan memusnahkan segala barang berharga di sana."
Simbol kehancuran dan kehilangan.
Ayat 2 Tawarikh 36:19 menggambarkan sebuah momen paling tragis dalam sejarah Israel: penghancuran Bait Suci di Yerusalem oleh bangsa Babel. Peristiwa ini bukan hanya sekadar kerusakan fisik, tetapi merupakan simbol dari kehancuran spiritual dan nasional yang mendalam bagi umat pilihan Allah. Bait Suci, yang dibangun oleh Raja Salomo dengan megah sebagai lambang kehadiran Allah di tengah umat-Nya, kini menjadi puing-puing tak bernilai.
Peristiwa ini terjadi setelah kegagalan berulang-ulang bangsa Yehuda dalam menaati hukum-hukum Allah. Meskipun telah diberikan peringatan melalui para nabi dan mengalami berbagai cobaan, mereka terus menerus berpaling kepada berhala dan hidup dalam ketidaktaatan. Akibatnya, murka Allah yang telah lama ditahan akhirnya dilimpahkan melalui invasi bangsa Babel di bawah pimpinan Raja Nebukadnezar.
Kalimat "Mereka membakar rumah Allah" menunjuk pada pemusnahan Bait Suci itu sendiri, pusat dari ibadah dan kehidupan rohani bangsa Israel. Api yang melalapnya melambangkan pemurnian yang keras atau, dalam konteks ini, penghakiman yang mengerikan. Kehilangan Bait Suci berarti kehilangan tempat persekutuan yang paling intim dengan Tuhan, kehilangan pusat pengorbanan pendamaian, dan kehilangan pengingat fisik akan janji-janji Allah.
"Meruntuhkan tembok Yerusalem" menandakan hilangnya keamanan dan kedaulatan. Tembok kota yang kokoh, yang seharusnya menjadi pelindung, kini hancur lebur. Ini menggambarkan betapa rentannya bangsa tersebut ketika Allah tidak lagi menjadi perisai mereka. Kota yang dulunya makmur dan pusat kekuasaan kini terkuak dan tunduk pada penakluk.
Selanjutnya, ayat ini menyatakan bahwa "membakar segala istana di sana dengan api, dan memusnahkan segala barang berharga di sana." Kehancuran ini bersifat total dan menyeluruh. Istana raja, simbol kemegahan duniawi, juga tidak luput dari api pemusnah. Segala harta benda, kekayaan yang dikumpulkan dari generasi ke generasi, dirampas dan dihancurkan. Ini adalah gambaran pilu tentang keruntuhan total sebuah peradaban dan sistem pemerintahan.
Meskipun gambaran dalam 2 Tawarikh 36:19 begitu kelam, penting untuk melihatnya dalam konteks yang lebih luas. Ayat-ayat sebelumnya dan sesudahnya dalam Kitab Tawarikh seringkali menekankan bahwa penghukuman ini bukanlah akhir dari segalanya. Allah, meskipun menghukum, tetap memelihara janji-janji-Nya. Pembuangan ke Babel, meskipun merupakan pengalaman yang pahit, juga berfungsi sebagai periode pemurnian dan pengajaran. Bangsa Israel belajar untuk kembali bergantung sepenuhnya pada Allah, tanpa berhala dan tanpa kemegahan duniawi.
Kisah kehancuran Bait Allah ini menjadi pengingat abadi tentang konsekuensi ketidaktaatan, tetapi juga tentang kesetiaan Allah yang tak tergoyahkan. Ia adalah gambaran yang kuat tentang realitas dosa dan hukuman, namun juga membuka jalan bagi harapan penebusan di masa depan. Memahami ayat ini membantu kita menghargai betapa berharganya hubungan kita dengan Allah dan pentingnya hidup dalam ketaatan kepada-Nya.