2 Tawarikh 36:2

"Pemerintahan Yoyakim berumur dua puluh lima tahun pada waktu ia menjadi raja dan sebelas tahun lamanya ia memerintah di Yerusalem."

Konteks Sejarah dan Makna Ayat

Ayat 2 Tawarikh 36:2 memberikan kita sebuah titik referensi temporal yang penting dalam sejarah Kerajaan Yehuda. Ayat ini secara spesifik menyebutkan usia Yoyakim saat ia naik takhta dan lamanya ia memerintah di Yerusalem. Informasi ini, meskipun singkat, sangat krusial bagi para pembaca Kitab Suci untuk memahami rentang waktu terjadinya peristiwa-peristiwa penting lainnya yang dicatat dalam kitab tawarikh, khususnya pada masa-masa akhir kerajaan Yehuda.

Yoyakim, yang nama aslinya adalah Elyakim, adalah raja boneka yang ditunjuk oleh Firaun Nekho dari Mesir setelah Mesir mengalahkan dan menggulingkan raja Yoyakhaz. Ia memerintah dalam periode yang sangat sulit, di mana Yehuda berada di bawah pengaruh dan kendali bangsa asing. Masa pemerintahannya diwarnai dengan ketidakstabilan politik, beban ekonomi akibat pajak yang berat kepada Mesir, dan yang terpenting, kemerosotan spiritual umat Israel. Kitab-kitab sejarah seperti Raja-raja dan Tawarikh mencatat bahwa Yoyakim melakukan apa yang jahat di mata Tuhan, sama seperti leluhurnya.

Mengetahui bahwa Yoyakim memerintah selama sebelas tahun memberikan kerangka waktu bagi kita untuk menempatkan berbagai kejadian. Misalnya, di tahun keempat pemerintahannya, Nebukadnezar dari Babel mengalahkan Firaun Nekho dalam pertempuran Karkemis dan menguasai wilayah tersebut, termasuk Yehuda. Ini berarti Yoyakim kemudian menjadi pengikut (vassal) Nebukadnezar. Kitab Yeremia juga sering menyebutkan masa pemerintahan Yoyakim, menggambarkan bagaimana nabi Yeremia menyampaikan peringatan Tuhan yang seringkali diabaikan oleh raja dan para pemimpinnya. Ketidaktaatan ini, ditambah dengan kejahatan yang terus menerus, menjadi akar dari kehancuran yang akan datang bagi Yerusalem dan Bait Suci.

Ayat ini juga mengingatkan kita akan konsep kedaulatan Tuhan dalam sejarah manusia. Meskipun raja-raja duniawi memerintah dan mengambil keputusan, Kitab Suci menegaskan bahwa Tuhanlah yang menetapkan raja, menurunkan raja, dan mengatur jalannya sejarah untuk menggenapi tujuan ilahi-Nya. Periode pemerintahan Yoyakim yang penuh gejolak adalah bagian dari rencana Tuhan untuk mendisiplinkan umat-Nya yang tidak setia dan membawa mereka kepada pertobatan, atau pada akhirnya, menghukum mereka atas ketidaktaatan mereka.

Memahami lamanya pemerintahan Yoyakim membantu kita mengukur dampak dari setiap tindakan, baik raja maupun rakyatnya. Sebelas tahun pemerintahan yang penuh dengan kejahatan dan penolakan terhadap Tuhan adalah waktu yang signifikan untuk menanam benih kehancuran. Setiap tahun yang berlalu tanpa pertobatan semakin mempertebal awan murka Tuhan atas Yerusalem.

Ayat ini juga sering dikaitkan dengan narasi yang lebih luas tentang kerajaan Yehuda yang sedang menuju kehancuran. Pemerintahan Yoyakim, yang dipenuhi dengan penolakan terhadap Tuhan dan ketidaksetiaan, merupakan bagian penting dari gambaran sejarah yang disajikan oleh Tawarikh. Kisah ini bukan sekadar catatan peristiwa, tetapi juga pelajaran rohani bagi umat Allah tentang konsekuensi dari dosa dan pentingnya ketaatan.

Dengan memahami konteks usia dan durasi pemerintahan Yoyakim, kita dapat menempatkan dirinya dalam gambaran besar sejarah keselamatan. Ini adalah masa di mana panggilan untuk pertobatan terus bergema melalui para nabi, namun seringkali diabaikan oleh para pemimpin. Oleh karena itu, 2 Tawarikh 36:2 bukan sekadar data statistik, melainkan fondasi untuk memahami kedalaman keruntuhan Yehuda dan peringatan akan pentingnya kesetiaan kepada Tuhan dalam setiap zaman.

Sejarah mencatat bahwa sebelas tahun pemerintahan Yoyakim berakhir tragis. Ia dibawa sebagai tawanan ke Babel, meskipun kemudian ada catatan yang sedikit berbeda mengenai nasib akhirnya. Namun, intinya adalah bahwa masa pemerintahannya merupakan salah satu periode tergelap bagi Yehuda, yang mengarah langsung kepada pembuangan dan kehancuran Yerusalem. Ayat ini berfungsi sebagai pengingat yang jelas tentang betapa pentingnya kepemimpinan yang saleh dan ketaatan umat kepada Tuhan, bahkan di tengah tekanan dan kesulitan.