Kitab 2 Tawarikh mencatat sejarah Israel, dengan penekanan khusus pada pembangunan dan pemeliharaan Bait Allah di Yerusalem. Dalam pasal 4, perhatian dialihkan kepada detail-detail konstruksi yang luar biasa dari Bait Suci yang dibangun oleh Raja Salomo. Ayat ketiga dari pasal ini, yaitu 2 Tawarikh 4:3, memberikan gambaran yang spesifik mengenai sebuah struktur penting di dalam Bait Suci yang diperlakukan dengan kemuliaan yang luar biasa.
Ayat ini menggambarkan sebuah "serambi tembok" yang memiliki ukuran yang monumental: dua puluh hasta panjangnya, dua puluh hasta lebarnya, dan dua puluh hasta tingginya. Ini adalah proporsi yang hampir menyerupai sebuah kubus yang sempurna, menunjukkan perencanaan yang matang dan standar yang tinggi dalam pembangunannya. Kata "bambu" dalam terjemahan ini merujuk pada kayu yang kuat dan tahan lama, mungkin jenis kayu akasia yang sering digunakan dalam pembangunan kemah suci dan perabotan penting lainnya.
Namun, yang paling menonjol dari deskripsi ini adalah penyalutan bagian dalamnya dengan "emas murni". Emas adalah logam yang paling berharga, melambangkan kekayaan, kemuliaan, dan kesucian. Dalam konteks Bait Suci, penggunaan emas murni bukan hanya sekadar dekorasi mewah, tetapi memiliki makna teologis yang mendalam. Emas di sini merefleksikan kemuliaan Allah yang tak terukur, kekudusan-Nya yang sempurna, dan kehadiran-Nya yang kudus di antara umat-Nya.
Simbol sebuah struktur yang dimuliakan dengan emas.
Serambi ini, yang dilapisi emas, kemungkinan besar merujuk pada bagian dalam ruang utama Bait Suci, yaitu Ruang Mahakudus atau area di depannya. Pembangunan semacam ini menunjukkan betapa seriusnya bangsa Israel, di bawah kepemimpinan Salomo, dalam menghormati Allah. Mereka tidak hanya membangun tempat ibadah, tetapi sebuah lingkungan yang mencerminkan kekudusan dan keagungan Sang Pencipta.
Dari ayat 2 Tawarikh 4:3, kita dapat belajar beberapa hal penting. Pertama, dedikasi penuh untuk Tuhan harus tercermin dalam segala aspek kehidupan kita, termasuk cara kita mempersembahkan sumber daya yang kita miliki. Kedua, keagungan Tuhan layak untuk dihormati dan dimuliakan melalui cara-cara yang penuh hormat dan kekhususan. Emas yang menyalut serambi tersebut mengingatkan kita bahwa Allah lebih berharga dari segala kekayaan duniawi.
Saat ini, meskipun Bait Allah secara fisik tidak lagi berdiri, prinsip ini tetap relevan. Hati kita adalah Bait Allah yang didiami oleh Roh Kudus. Bagaimana kita memperlakukan "ruangan" hati kita? Apakah kita menyalutnya dengan kekudusan, kemurnian, dan ketaatan, sehingga mencerminkan kemuliaan-Nya kepada dunia? Deskripsi serambi berlapis emas ini menjadi panggilan untuk terus menerus menguduskan diri kita bagi kemuliaan Allah.
Lebih jauh lagi, detail ini menegaskan bahwa Allah mempedulikan ketepatan dan kemuliaan dalam ibadah kepada-Nya. Setiap elemen dalam Bait Suci memiliki makna simbolis, dan penyalutan dengan emas murni ini secara tegas menyampaikan pesan tentang keagungan ilahi yang hadir di sana. Ini adalah pengingat bahwa kehadiran Allah membawa kemuliaan yang tak tertandingi.