"Yang dipersembahkan umat itu oleh Salomo, adalah dua puluh dua ribu ekor lembu dan seratus dua puluh ribu ekor domba. Demikianlah raja dan seluruh umat itu mentahbiskan rumah Allah."
Ayat 2 Tawarikh 5:5 menceritakan tentang salah satu momen paling megah dalam sejarah Israel, yaitu pentahbisan Bait Suci yang dibangun oleh Raja Salomo. Ayat ini secara khusus menyoroti skala persembahan yang diberikan oleh umat Allah. Angka-angka yang disebutkan—dua puluh dua ribu ekor lembu dan seratus dua puluh ribu ekor domba—memang luar biasa dan memberikan gambaran yang jelas tentang kemakmuran serta antusiasme umat saat itu. Persembahan ini bukan sekadar simbol, melainkan manifestasi nyata dari rasa syukur, ketaatan, dan pengabdian mereka kepada Tuhan.
Pentahbisan Bait Suci adalah puncak dari kerja keras dan pengorbanan Salomo. Selama bertahun-tahun, Bait Suci yang megah itu dibangun dengan sumber daya yang melimpah dan tenaga kerja yang besar. Namun, keberhasilan sebuah proyek pembangunan spiritual tidak hanya diukur dari kemegahan arsitekturnya, tetapi juga dari partisipasi aktif dan tulus dari seluruh umat. Dalam konteks ini, persembahan yang diberikan oleh rakyat menjadi elemen krusial. Mereka tidak hanya mengamati, tetapi turut berkontribusi secara material untuk menyukseskan ibadah dan pelayanan di hadapan Tuhan.
Jumlah persembahan yang sangat besar ini menunjukkan beberapa hal penting. Pertama, ini mencerminkan kekayaan dan kemakmuran Kerajaan Israel di bawah pemerintahan Salomo. Tuhan telah memberkati mereka dengan kelimpahan, dan sebagai respons, umat memberikan kembali sebagian dari berkat itu kepada-Nya. Kedua, ini adalah ekspresi iman yang mendalam. Memberikan harta benda terbesar mereka, terutama hewan ternak yang merupakan aset ekonomi utama pada masa itu, menunjukkan bahwa mereka memprioritaskan hubungan mereka dengan Tuhan di atas segalanya. Mereka rela mengorbankan demi mengagungkan Nama Tuhan.
Peristiwa ini juga menegaskan prinsip bahwa Bait Suci, sebagai rumah Allah, adalah pusat kehidupan rohani umat. Persembahan ini berfungsi untuk mendukung kelangsungan ibadah, pemeliharaan tempat kudus, serta penyelenggaraan berbagai ritual dan perayaan keagamaan. Dengan demikian, setiap umat merasa memiliki tanggung jawab untuk ikut serta dalam pemeliharaan dan kemuliaan rumah Tuhan. Ini bukan hanya tugas para imam atau raja, tetapi kewajiban kolektif seluruh umat.
Meskipun kita tidak lagi membangun Bait Suci fisik seperti di zaman Salomo, prinsip persembahan dalam 2 Tawarikh 5:5 tetap relevan bagi umat percaya saat ini. Ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya memberikan yang terbaik kepada Tuhan. Pemberian kita bisa berbentuk materi—dalam bentuk perpuluhan dan persembahan sukarela untuk mendukung pekerjaan Tuhan di gereja dan pelayanan kemanusiaan—tetapi juga bisa dalam bentuk waktu, talenta, tenaga, dan doa.
Inti dari persembahan adalah ketulusan hati dan kesadaran akan siapa Tuhan kita. Sama seperti umat di zaman Salomo, kita dipanggil untuk memberikan sebagai respons atas kebaikan Tuhan yang tak terhingga. Pemberian yang tulus akan selalu menjadi bagian penting dari ekspresi iman kita dan cara kita memuliakan Tuhan. Ayat ini mengingatkan kita bahwa kontribusi kita, sekecil apapun di mata kita, memiliki nilai di hadapan Tuhan ketika diberikan dengan hati yang benar, sebagai bentuk pengabdian pada-Nya yang Mahatinggi.