Lalu raja dan seluruh orang Israel mempersembahkan korban kepada TUHAN. Salomo mempersembahkan korban sembelihan: dua puluh dua ribu lembu sapi, seratus dua puluh ribu domba, dan dua ratus empat puluh ribu kambing sebagai korban penghapus dosa bagi seluruh orang Israel.
Ayat 2 Tawarikh 7:4 mencatat sebuah momen yang sangat penting dan penuh sukacita dalam sejarah Israel, yaitu ketika Raja Salomo dan seluruh umat Israel mempersembahkan korban kepada Tuhan setelah selesainya pembangunan Bait Suci di Yerusalem. Peristiwa ini bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan ekspresi mendalam dari rasa syukur, ketaatan, dan pengakuan atas berkat serta kasih karunia Tuhan yang telah mereka alami. Jumlah korban yang dipersembahkan begitu besar, menunjukkan skala perayaan dan kesungguhan hati umat Israel dalam menguduskan diri dan mengucap syukur kepada Sang Pencipta.
Tuhan telah berjanji kepada Daud bahwa Bait Suci akan menjadi tempat kediaman-Nya dan pusat penyembahan bagi umat-Nya. Pembangunan Bait Suci ini merupakan puncak dari harapan dan doa generasi. Ketika Salomo meresmikan Bait Suci tersebut dengan doa dan persembahan yang luar biasa, hal ini menjadi bukti konkret bahwa janji Tuhan ditepati. Persembahan dua puluh dua ribu lembu sapi, seratus dua puluh ribu domba, dan dua puluh empat ribu kambing sebagai korban penghapus dosa menunjukkan kesadaran umat akan ketidaksempurnaan mereka dan kebutuhan akan pengampunan Tuhan. Ini adalah pengakuan bahwa penyembahan sejati haruslah disertai hati yang bersih dan penyesalan atas dosa.
Lebih dari sekadar jumlah hewan kurban, nilai spiritual dari persembahan ini terletak pada kerendahan hati dan ketulusan hati para penyembah. Peristiwa ini mengajarkan kita bahwa ibadah yang berkenan kepada Tuhan tidak hanya dilihat dari kemegahan tempat, tetapi lebih utama dari sikap hati yang benar. Raja Salomo dan seluruh umat Israel sedang berjuang untuk hidup dalam perjanjian dengan Tuhan, dan persembahan ini adalah cara mereka menguatkan kembali hubungan tersebut. Ini adalah pengingat bagi kita bahwa dalam kehidupan sehari-hari, kita pun dipanggil untuk mempersembahkan diri sebagai korban yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Tuhan (Roma 12:1).
Dalam konteks kekinian, ayat ini dapat diartikan sebagai panggilan untuk menghargai anugerah Tuhan dalam hidup kita. Sama seperti bangsa Israel yang merayakan selesainya pembangunan Bait Suci dengan persembahan syukur, kita pun dapat merayakan berkat-berkat Tuhan dalam berbagai aspek kehidupan kita. Persembahan syukur kita bisa berupa ucapan terima kasih, pelayanan kepada sesama, dan penyerahan diri seutuhnya kepada kehendak-Nya. Mengingat jumlah dan keragaman korban yang dipersembahkan, ini juga menekankan pentingnya memberi dengan berkelimpahan dan penuh sukacita, bukan dengan terpaksa atau perhitungan. Tuhan memberkati bukan untuk memberi lebih banyak, tetapi untuk memampukan kita memberi lebih banyak. 2 Tawarikh 7:4 menjadi teladan abadi tentang bagaimana umat Tuhan merespons kasih karunia-Nya dengan pengorbanan yang tulus dan syukur yang melimpah.