Ayat yang ringkas namun sarat makna ini, tertulis dalam Surat Paulus yang kedua kepada Timotius, mengingatkan kita pada realitas kehidupan para pelayan Tuhan di masa awal gereja. Di balik pesan teologis yang mendalam, ada potret kehidupan yang manusiawi, penuh dengan tantangan, pengorbanan, dan perhatian terhadap sesama.
Paulus, dalam perjalanan terakhirnya, memberikan instruksi terakhirnya kepada Timotius, murid kesayangannya. Perhatiannya tidak hanya tertuju pada doktrin dan pengajaran yang benar, tetapi juga pada orang-orang yang terlibat dalam pelayanan. Di akhir suratnya, ia menyebut dua nama: Erastus dan Trophimus. Ini menunjukkan bahwa Paulus sangat peduli dengan keadaan rekan-rekan sekerjanya.
Penyebutan Erastus yang "tinggal di Korintus" bisa diartikan beberapa hal. Kemungkinan besar, Erastus adalah seorang pribadi yang memiliki peran penting dalam komunitas Kristen di Korintus, mungkin sebagai bendahara kota atau memiliki kedudukan lain yang membuatnya perlu untuk menetap di sana demi kelangsungan pelayanan dan gereja di kota tersebut. Ini adalah gambaran tentang bagaimana orang-orang yang memiliki karunia dan posisi dapat digunakan Tuhan secara strategis di berbagai tempat. Pelayanan tidak selalu berarti bergerak terus-menerus; kadang-kadang, panggilan adalah untuk menjadi "akar" di suatu tempat, membangun, mengajar, dan memelihara.
Di sisi lain, Paulus juga mencatat tentang Trophimus yang "kutinggalkan di Miletus dalam keadaan sakit." Ini adalah gambaran yang lebih memilukan. Trophimus, seorang rekan seperjalanan Paulus yang setia dan telah melayani bersamanya di berbagai tempat, kini terpaksa terpisah karena penyakit. Paulus tidak bisa membawanya lagi dalam perjalanannya, dan ia harus meninggalkannya di Miletus. Ini menunjukkan bahwa bahkan para pelayan Tuhan yang paling kuat pun dapat jatuh sakit, dan bahwa beban penyakit juga menjadi bagian dari realitas kehidupan mereka.
Pesan ini mengajarkan kita beberapa hal penting. Pertama, kasih karunia Tuhan tidak membuat kita kebal dari kesulitan fisik atau tantangan hidup. Para rasul dan murid mereka adalah manusia biasa yang mengalami penderitaan. Kedua, pentingnya perhatian terhadap sesama, terutama bagi mereka yang sedang bergumul dalam pelayanan atau dalam keadaan lemah. Paulus, meski dirinya mungkin juga sedang menghadapi kesulitan, masih memikirkan keadaan Trophimus.
Lebih dari itu, ayat ini mengingatkan kita bahwa pelayanan Tuhan memiliki dimensi kemanusiaan yang mendalam. Ada hubungan pribadi, persahabatan, kepedulian, dan rasa duka saat harus berpisah karena keadaan. Paulus tidak hanya meninggalkan instruksi teologis, tetapi juga memberikan perhatian pastoral kepada orang-orang yang ia layani. Erastus tetap di Korintus untuk membangun, sementara Trophimus ditinggalkan untuk dipelihara dan disembuhkan.
Sebagai orang percaya, kita diajak untuk melihat gambaran besar ini. Pelayanan Tuhan dijalankan oleh pribadi-pribadi yang memiliki kekuatan dan kelemahan, yang kadang harus mengambil keputusan sulit demi kebaikan yang lebih besar, dan yang selalu membutuhkan doa serta dukungan dari saudara seiman. Kesetiaan kepada Tuhan sering kali diuji dalam konteks relasi antarmanusia dan dalam menghadapi realitas kehidupan yang tidak selalu mulus. Kiranya kita dapat meneladani perhatian Paulus terhadap sesama, serta kesetiaan Erastus dan Trophimus dalam bentuk pelayanan mereka masing-masing.