Simbol Keadilan dan Kebijaksanaan Ilahi
Kitab Ayub, khususnya pasal 18 hingga 21, menyajikan sebuah dialog yang mendalam dan seringkali pedih antara Ayub dan teman-temannya. Dalam bagian ini, kita melihat perspektif berbeda mengenai keadilan ilahi, penderitaan, dan nasib orang fasik serta orang benar. Teman-teman Ayub, terutama Bildad dalam pasal 18, bersikeras bahwa penderitaan Ayub adalah bukti nyata dari dosanya. Mereka menggambarkan nasib orang fasik sebagai sesuatu yang pasti akan dihancurkan, tanpa masa depan, dan hidupnya akan berakhir dalam kegelapan dan kehinaan. Gambaran yang mereka sajikan sangatlah suram, seolah-olah keadilan Tuhan bekerja secara mekanis, langsung menghukum setiap pelanggaran dengan penderitaan yang setimpal di dunia ini.
Bildad melukiskan gambaran kengerian bagi orang fasik: jaring-jaring menanti langkah mereka, siksa mengintai, dan nama mereka akan lenyap dari muka bumi. Ia percaya bahwa Ayub, yang sedang menderita sedemikian rupa, pasti telah melakukan kesalahan besar yang tersembunyi. Namun, Ayub dalam pasal 19 dan 20 membela diri dan terus bergumul dengan pemahamannya tentang Tuhan. Ia tidak menyangkal bahwa Tuhan adalah Maha Kuasa dan Maha Adil, tetapi ia mempertanyakan mengapa ia, yang merasa hidup benar, harus mengalami begitu banyak kesakitan. Ayub mengeluhkan pengabaian dari teman-temannya dan rasa sakit fisik yang luar biasa.
Dalam pasal 21, Ayub bahkan mengajukan pertanyaan yang provokatif kepada teman-temannya: mengapa orang fasik seringkali makmur dan hidup dalam damai sejahtera hingga tua, sementara orang benar menderita? Ini adalah pertanyaan yang sangat mendasar tentang ketidakadilan yang terlihat di dunia. Ayub mulai mempertanyakan pandangan hitam-putih teman-temannya. Ia menyadari bahwa keadilan Tuhan mungkin tidak selalu bekerja dengan cara yang bisa dipahami oleh manusia dalam jangka pendek. Ada kalanya orang fasik menikmati kesuksesan duniawi, sementara orang yang benar menghadapi ujian yang berat.
Meskipun penderitaan Ayub sangat berat, ia tetap berpegang pada keyakinan fundamentalnya bahwa penebus ada baginya. Di tengah kegelapan dan keputusasaan, ada percikan iman bahwa Tuhan akan membela perkaranya pada akhirnya. Pasal 18-21 mengingatkan kita bahwa hikmat ilahi seringkali melampaui pemahaman manusia. Keadilan Tuhan mungkin tidak selalu terlihat segera atau sesuai dengan ekspektasi kita. Namun, ada janji bahwa pada akhirnya, kebenaran akan terungkap dan orang benar akan menemukan kedamaian sejati di hadapan Pencipta mereka. Kisah Ayub mengajarkan kita tentang ketekunan dalam iman, kerendahan hati dalam menghadapi ketidakpastian, dan keyakinan bahwa Tuhan memiliki rencana yang lebih besar bagi umat-Nya.