Hakim-Hakim 18:28

"Dan orang-orang yang mendiami Lais, yang pada mulanya bernama Lesem, tidak menolong mereka, oleh karena Lais itu jauh dari Sidon dan mereka tidak bergaul dengan siapa pun."

Kisah yang tercatat dalam Kitab Hakim-Hakim, khususnya pada pasal 18 ayat 28, menyajikan sebuah gambaran yang menarik sekaligus menyedihkan tentang sebuah komunitas yang terisolasi. Ayat ini menceritakan tentang penduduk kota Lais, yang sebelumnya dikenal dengan nama Lesem. Mereka digambarkan tidak mampu memberikan pertolongan ketika kota mereka diserbu dan ditaklukkan. Penyebab utama ketidakmampuan ini, sebagaimana dijelaskan, adalah karena Lais berada begitu jauh dari pusat-pusat peradaban dan pengaruh, seperti kota Sidon, dan yang lebih penting lagi, mereka "tidak bergaul dengan siapa pun."

Frasa "tidak bergaul dengan siapa pun" memiliki makna yang mendalam. Ini bukan sekadar tentang jarak geografis, tetapi lebih pada isolasi sosial dan kemandirian yang berlebihan. Dalam konteks masyarakat kuno, di mana kolaborasi dan aliansi seringkali menjadi kunci keberlangsungan hidup, sikap tertutup dan kurangnya interaksi dengan komunitas lain menjadi kelemahan yang fatal. Mereka mungkin merasa aman di balik ketidakpedulian mereka, namun pada kenyataannya, ketidakberdayaan merekalah yang terkuak ketika ancaman datang.

Ayat ini secara implisit mengajarkan pentingnya hubungan sosial, kerjasama, dan kesadaran akan dunia di sekitar kita. Di zaman modern ini, di mana kita terhubung secara global melalui teknologi, pelajaran dari Lais menjadi semakin relevan. Keterbukaan terhadap dunia luar, membangun jaringan persahabatan dan kemitraan, serta bersedia untuk saling membantu adalah fondasi yang kuat bagi ketahanan dan kemajuan, baik bagi individu maupun masyarakat.

Kesaksian dari Hakim-Hakim 18:28 mengingatkan kita bahwa kemandirian yang berlebihan tanpa koneksi bisa berujung pada kerapuhan. Sebaliknya, sikap ramah, terbuka, dan mau bergaul dengan sesama, membuka pintu bagi berbagai kemungkinan, termasuk perlindungan dan dukungan saat dibutuhkan. Inspirasi dari ayat ini mendorong kita untuk senantiasa membangun jembatan komunikasi dan solidaritas, karena dalam kebersamaan, kita menjadi lebih kuat.

Penting untuk merenungkan bagaimana kita, sebagai individu dan komunitas, berinteraksi dengan orang lain. Apakah kita cenderung menutup diri, ataukah kita aktif membangun hubungan yang positif? Pelajaran dari sejarah Lais mengajarkan bahwa kebijaksanaan terletak pada keseimbangan: menjaga identitas diri namun tetap terbuka dan terhubung dengan dunia yang lebih luas. Dengan demikian, kita dapat menghadapi tantangan hidup dengan lebih baik, didukung oleh kekuatan persahabatan dan kerjasama.