"Setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri."
Kisah hakim-hakim, khususnya bab 19 dan 20, seringkali menyajikan gambaran yang kompleks dan kadang mengerikan tentang masyarakat pada masa itu. Namun, di balik kisah-kisah yang penuh dengan kekerasan dan ketidakadilan, terdapat pesan-pesan penting mengenai ketiadaan pemimpin yang kuat dan bagaimana hal tersebut dapat mengarah pada kehancuran moral. Dalam konteks Hakim 19 & 20, kita diajak untuk merenungkan konsekuensi dari kekacauan sosial dan kebutuhan akan keadilan serta tatanan yang baik.
Bab 19 menceritakan kisah seorang Lewi dan gundiknya. Perjalanan mereka dipenuhi dengan tragedi, yang berpuncak pada perlakuan brutal terhadap gundiknya di Gibea. Peristiwa ini adalah cerminan langsung dari kegagalan moral yang merajalela di kalangan masyarakat. Tanpa otoritas yang kuat dan panduan yang benar, individu-individu bertindak berdasarkan keinginan sesaat dan kebejatan moral, mengabaikan hukum dan kemanusiaan. Kisah ini menyoroti betapa pentingnya nilai-nilai moral dan etika dalam sebuah masyarakat. Ketiadaan nilai-nilai ini membuka pintu bagi kejahatan yang tidak dapat dibayangkan.
Kemudian, Bab 20 menceritakan pembalasan suku Israel terhadap suku Benyamin yang dianggap bertanggung jawab atas kejahatan mengerikan di Gibea. Meskipun niatnya adalah untuk menegakkan keadilan, respons dari suku-suku Israel lainnya digambarkan sebagai sebuah pembersihan yang brutal dan penuh kehancuran. Ini menunjukkan betapa sulitnya mencapai keadilan yang sejati ketika emosi dan dendam menguasai. Pertempuran yang terjadi menyebabkan kerugian besar di kedua belah pihak, meninggalkan luka yang mendalam dalam persaudaraan bangsa Israel. Kisah ini mengajarkan kita bahwa pembalasan yang berlebihan pun dapat menimbulkan ketidakadilan baru, dan bahwa proses menuju keadilan harus dilakukan dengan kebijaksanaan dan keseimbangan.
Inti dari kisah Hakim 19 & 20 adalah gambaran tentang masyarakat yang terpecah belah, tanpa kepemimpinan yang efektif, dan di mana "setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri." Keadaan ini, seperti yang diperlihatkan, tidak membawa pada kedamaian atau kemakmuran, melainkan pada kekerasan, kehancuran, dan penderitaan. Kisah ini berfungsi sebagai peringatan keras tentang pentingnya memiliki prinsip moral yang kuat, kepemimpinan yang bijaksana, dan kerangka hukum yang adil untuk menjaga keharmonisan dan kesejahteraan sebuah bangsa.
Dengan memahami kompleksitas peristiwa dalam Hakim 19 & 20, kita dapat menarik pelajaran berharga tentang kerapuhan tatanan sosial ketika nilai-nilai keadilan dan moralitas dilanggar. Ini adalah kisah tentang konsekuensi yang mengerikan dari kekacauan dan kebutuhan abadi akan adanya prinsip-prinsip yang memandu perilaku manusia menuju kebaikan dan perdamaian.