Kisah Hakim-hakim 6:20 menampilkan sebuah momen penting dalam kehidupan Gideon, seorang tokoh yang pada awalnya merasa lemah dan tidak berarti. Ayat ini menceritakan tentang perjumpaan Gideon dengan Malaikat TUHAN. Dalam konteks sebelumnya, bangsa Israel sedang dalam penindasan bangsa Midian yang dahsyat. Mereka hidup dalam ketakutan, bersembunyi di gua-gua dan gunung-gunung, sementara hasil panen mereka dirampas. Di tengah keputusasaan inilah, Allah memanggil Gideon untuk menjadi penyelamat umat-Nya. Perjumpaan yang digambarkan dalam ayat 6:20 bukanlah sekadar percakapan biasa. Ini adalah instruksi langsung dari Allah yang disampaikan melalui utusan-Nya. Malaikat TUHAN meminta Gideon untuk mengambil bahan makanan – nepu (roti tidak beragi) dan kuah – lalu meletakkannya di atas batu di dekatnya, dan menuangkan kuahnya. Ini adalah sebuah ritual, sebuah persembahan yang diminta secara spesifik. Gideon, yang mungkin masih ragu dan penuh pertanyaan, melaksanakan perintah tersebut. Apa yang terjadi selanjutnya menjadi titik balik. Ketika Gideon meletakkan persembahan itu, terungkaplah sifat ilahi dari Malaikat TUHAN. Api keluar dari batu itu dan melalap habis persembahan tersebut. Keadaan ini secara tegas menunjukkan bahwa bukan sembarang orang yang Gideon jumpai, melainkan Utusan TUHAN sendiri. Ini adalah tanda, sebuah konfirmasi ilahi atas kebenaran panggilan yang sedang terjadi. Perintah untuk mempersembahkan makanan dan kemudian api yang melalapnya memiliki makna simbolis yang mendalam. Persembahan menunjukkan kesediaan Gideon untuk taat dan memberikan apa yang ia miliki, sekecil apapun itu. Munculnya api dari batu adalah demonstrasi kuasa Allah yang mampu mengubah keadaan yang tampak mustahil. Ini adalah cara Allah meyakinkan Gideon, yang merasa dirinya adalah orang terkecil di kaumnya dan dari keluarganya. Kisah ini mengajarkan kepada kita tentang bagaimana Allah seringkali memanggil orang-orang yang paling tidak menyangka, yang merasa diri tidak mampu, untuk melakukan pekerjaan besar. Allah tidak melihat latar belakang atau kemampuan manusia semata, tetapi hati yang mau merespons panggilan-Nya. Peristiwa ini bukan hanya tentang Gideon, tetapi juga tentang bagaimana Allah bekerja dalam kehidupan kita. Kadang-kadang, Allah meminta kita untuk memberikan sesuatu yang kecil, sesuatu yang kita miliki, sebagai respons awal terhadap panggilan-Nya. Melalui ketaatan sederhana itulah, Allah seringkali memperlihatkan kuasa dan kehadiran-Nya yang luar biasa. Jadi, Hakim-hakim 6:20 bukan sekadar ayat yang mencatat sebuah instruksi, melainkan awal dari sebuah perjalanan iman yang monumental bagi Gideon. Ini adalah pengingat bahwa ketika Allah memanggil, Ia juga menyediakan tanda dan kuasa untuk menguatkan kita. Panggilan Allah bisa datang dalam bentuk yang tak terduga, dan respons kita yang taat, sekecil apapun, dapat membuka jalan bagi perbuatan ajaib-Nya.