"Maka seluruh pohon-pohon padang pergi untuk mengurapi Saul menjadi raja atas mereka."
Kisah para hakim dalam Kitab Hakim merupakan salah satu episode paling menarik dan sering kali kompleks dalam sejarah bangsa Israel. Ayat-ayat yang terpilih, seperti yang tercantum dalam Hakim 9:14, memberikan gambaran sekilas tentang dinamika kekuasaan, keinginan untuk memimpin, dan konsekuensi yang menyertainya. Dalam konteks kitab ini, "hakim" bukan hanya berarti penegak hukum, tetapi lebih luas lagi, adalah pemimpin yang diutus Tuhan untuk menyelamatkan umat-Nya dari penindasan musuh.
Hakim 9:14, meskipun singkat, menyiratkan sebuah momen penting dalam sejarah Israel. Kalimat "Maka seluruh pohon-pohon padang pergi untuk mengurapi Saul menjadi raja atas mereka" merujuk pada perumpamaan yang disampaikan oleh Yotam untuk mengkritik keputusan orang-orang Sikhem yang mengangkat Abimelekh, anak Gideon, sebagai raja. Perumpamaan ini dengan cerdik membandingkan para pemimpin dengan pohon-pohon, di mana pohon zaitun, ara, dan anggur yang berharga menolak untuk berkuasa, sementara pohon duri yang tidak berguna justru menyambut panggilan tersebut. Namun, dalam kutipan yang kita fokuskan, ada sedikit perbedaan interpretasi teks yang mungkin merujuk pada konteks yang berbeda atau merupakan kutipan yang sedikit disesuaikan. Jika kita mengambil teks asli dari Hakim 9:14, bunyinya adalah: "Maka seluruh pohon padang berkata kepada pohon zaitun: 'Marilah engkau memerintah kami'." Perumpamaan ini digunakan oleh Yotam untuk mengecam kepemimpinan Abimelekh.
Apapun penafsiran detailnya, inti dari bagian ini adalah tentang kepemimpinan yang tidak semestinya dan akibat dari pemilihan pemimpin yang kurang bijak. Pemilihan seorang pemimpin, baik dalam skala keluarga, masyarakat, maupun bangsa, adalah urusan yang sangat serius. Seorang pemimpin yang bijak akan membawa kemakmuran, kedamaian, dan pertumbuhan. Sebaliknya, pemimpin yang buruk dapat membawa kehancuran dan penderitaan. Ayat-ayat ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk selalu berdoa dan berpikir jernih ketika memilih atau mendukung seseorang untuk memegang posisi kepemimpinan.
Pesan yang terkandung dalam kisah para hakim, termasuk referensi seperti Hakim 9:14, adalah tentang pentingnya kedaulatan Tuhan dan juga tanggung jawab manusia. Tuhan memanggil orang-orang yang Dia pilih, dan Dia memberikan mereka kemampuan untuk memimpin. Namun, pemilihan orang-orang ini sering kali dikotori oleh ambisi manusia, intrik politik, atau keinginan untuk meniru bangsa-bangsa lain. Kisah Abimelekh adalah contoh tragis dari bagaimana ambisi pribadi yang tidak terkendali, didukung oleh kekerasan, dapat berujung pada kehancuran. Ini menunjukkan bahwa jalan kekuasaan yang dibangun di atas dasar yang rapuh, tanpa persetujuan ilahi atau kebijaksanaan yang sejati, pada akhirnya akan runtuh.
Lebih dari sekadar catatan sejarah, kisah-kisah dalam Kitab Hakim, termasuk referensi Hakim 9:14, mengajarkan kita nilai-nilai keadilan, integritas, dan kerendahan hati dalam kepemimpinan. Mereka mengingatkan kita bahwa kekuatan sejati tidak terletak pada kekerasan atau tipu daya, tetapi pada ketaatan kepada Tuhan, kebijaksanaan, dan hati yang melayani. Dalam dunia yang terus berubah ini, pesan-pesan kuno dari Kitab Hakim tetap relevan, membimbing kita untuk mencari pemimpin yang berintegritas dan mendorong kita untuk berperilaku adil dalam setiap aspek kehidupan kita.