Ibrani 7:21
Ayat Ibrani 7:21 menjadi salah satu pilar utama dalam pemahaman teologis Kristen mengenai Mesias, Yesus Kristus. Ayat ini bukan sekadar kutipan dari Perjanjian Lama, melainkan sebuah penegasan yang kuat tentang keimamatan Yesus yang bersifat kekal dan tak tergoyahkan. Pengucapan sumpah oleh Tuhan sendiri, seperti yang tercatat dalam Mazmur 110:4, memberikan bobot dan otoritas ilahi yang tak terbantahkan pada janji ini.
Konteks Perjanjian Lama menyoroti peran para imam Lewi yang memiliki tugas mulia namun terbatas. Mereka adalah perantara antara umat Israel dan Tuhan, mempersembahkan korban penghapus dosa dan melakukan berbagai ritual. Namun, keimamatan mereka bersifat sementara, karena mereka juga adalah manusia berdosa yang membutuhkan penebusan bagi diri mereka sendiri. Mereka melayani dalam Tabernakel dan kemudian Bait Suci, tempat-tempat yang bersifat fisik dan terbatas. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar: bagaimana mungkin manusia fana dapat memberikan solusi kekal bagi dosa manusia?
Di sinilah keunikan Yesus Kristus hadir. Ibrani 7:21 menegaskan bahwa Yesus bukanlah imam berdasarkan keturunan Lewi, melainkan berdasarkan keturunan Melkisedek, seorang raja dan imam dari Salem yang namanya sudah disebut dalam Kitab Kejadian. Melkisedek tampil tanpa ayah, tanpa ibu, tanpa silsilah, yang keberadaannya bagai abadi dalam narasi Kitab Suci. Yesus, melalui pengorbanan-Nya yang sempurna di kayu salib, menjadi Imam Besar yang melayani di hadapan Tuhan, bukan lagi dengan persembahan binatang yang berulang-ulang, tetapi dengan satu kali persembahan diri-Nya yang sempurna.
"TUHAN telah bersumpah dan tidak akan menarik kembali: ‘Engkau adalah imam sampai selama-lamanya.’" Kalimat ini menggarisbawahi kepastian dari janji ilahi. Tuhan, yang tidak pernah berdusta, telah menetapkan Yesus sebagai Imam Agung yang posisinya tidak akan pernah digantikan atau dicabut. Ini berarti bahwa akses kita kepada Tuhan melalui Yesus Kristus adalah permanen. Kita tidak perlu mencari perantara lain, tidak perlu khawatir tentang keterbatasan waktu atau status keimamatan. Yesus telah membuka jalan yang kekal ke hadirat Bapa, memberikan jaminan keselamatan yang kokoh bagi semua yang percaya kepada-Nya.
Implikasi dari keimamatan kekal Yesus sangat luas. Pertama, ini memberikan kepastian keselamatan. Karena Yesus hidup senantiasa untuk menjadi perantara kita, kita dapat yakin bahwa doa-doa kita didengar dan bahwa penebusan yang Dia berikan berlaku selamanya. Kedua, ini memberikan pengharapan. Dalam segala kesulitan dan pencobaan hidup, kita tahu bahwa kita memiliki Imam Besar yang memahami kelemahan kita karena Dia sendiri telah mengalaminya dalam segala hal, kecuali dosa. Dia dapat berbelas kasih dan memberikan pertolongan pada waktu yang tepat. Ketiga, ini mendorong kita untuk hidup kudus. Mengetahui bahwa kita memiliki Imam Besar yang kudus, kita dipanggil untuk meneladani kekudusan-Nya dalam hidup kita sehari-hari.
Ayat Ibrani 7:21, dengan penegasan sumpah ilahi, menjadi jangkar yang tak tergoyahkan bagi iman orang percaya. Ini bukan sekadar janji, melainkan sebuah dekrit ilahi yang menjamin keimamatan Yesus yang kekal, yang melalui-Nya, kita memperoleh keselamatan, pengharapan, dan hubungan yang kekal dengan Tuhan. Keimamatan ini melampaui segala sistem keimamatan duniawi, menawarkan keunggulan yang tak tertandingi dan kepastian yang tak tergoyahkan.
Simbol Imam Besar yang kekal dan menjadi perantara.