"Apabila seseorang berbuat dosa dan bersalah terhadap TUHAN, ia harus mengakui dosa yang telah dilakukannya, lalu harus mengembalikan barang yang telah dicurinya atau yang telah diperasnya, atau barang yang dipercayakan kepadanya, atau barang yang hilang yang ditemukannya,"
Ayat ini, yang terambil dari Kitab Imamat pasal 19, ayat 21, memberikan sebuah pedoman yang mendalam mengenai tanggung jawab moral dan spiritual seseorang ketika berhadapan dengan kesalahan atau dosa. Lebih dari sekadar serangkaian aturan ritual, ayat ini menyentuh inti dari keadilan, pengakuan, dan pemulihan yang dikehendaki oleh Tuhan. Dalam konteks perikop yang lebih luas, Imamat 19 menekankan pentingnya kekudusan dan kasih kepada sesama sebagai cerminan hubungan yang benar dengan Tuhan.
Inti dari Imamat 19:21 adalah konsep pengakuan dosa dan tindakan pemulihan. Ketika seseorang menyadari kesalahannya, yang di sini diartikan sebagai "berbuat dosa dan bersalah terhadap TUHAN," langkah pertama yang krusial adalah mengakui perbuatan tersebut. Pengakuan ini bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah kesadaran batin akan pelanggaran hukum ilahi dan dampak negatifnya. Mengakui dosa berarti menerima tanggung jawab atas tindakan yang telah dilakukan, tanpa mencari alasan atau menyalahkan pihak lain.
Selanjutnya, ayat ini menekankan pentingnya pemulihan. Pengakuan dosa tidaklah cukup tanpa adanya upaya untuk memperbaiki kerusakan yang telah ditimbulkan. Tuhan meminta agar pelaku dosa melakukan tindakan konkret, yaitu "mengembalikan barang yang telah dicurinya atau yang telah diperasnya." Ini mencakup berbagai bentuk kesalahan materi: mencuri, memeras, menipu, atau bahkan menemukan barang yang hilang lalu menyimpannya untuk diri sendiri tanpa berusaha mengembalikannya kepada pemiliknya. Tindakan pengembalian ini menunjukkan kerendahan hati dan keinginan tulus untuk memohon ampun dan memulihkan hubungan yang rusak, baik dengan sesama maupun dengan Tuhan.
Ayat ini juga menggarisbawahi bahwa dosa sering kali memiliki dimensi sosial. Kesalahan terhadap Tuhan sering kali terwujud dalam kesalahan terhadap sesama manusia. Mencuri, memeras, atau menipu adalah pelanggaran terhadap hak milik dan keadilan yang harusnya dijunjung tinggi dalam komunitas. Oleh karena itu, pemulihan yang diminta mencakup aspek materi yang harus dikembalikan, dan secara implisit juga pemulihan hubungan personal.
Imamat 19:21 mengajarkan bahwa Tuhan tidak hanya menuntut penyesalan, tetapi juga tindakan nyata yang mencerminkan pertobatan. Dalam teologi Kristen, prinsip ini terus ditekankan. Yesus Kristus mengajarkan tentang pengampunan dan pemulihan, dan kisah-kisah dalam Injil sering kali menunjukkan bahwa pengampunan sejati disertai dengan perubahan hidup dan tindakan nyata yang memuliakan Tuhan.
Dalam kehidupan modern, ayat ini tetap relevan. Pelanggaran hukum, penipuan, korupsi, dan ketidakjujuran dalam berbagai bentuknya adalah manifestasi dari "berbuat dosa dan bersalah terhadap Tuhan" dan sesama. Keadilan sejati menuntut tidak hanya hukuman, tetapi juga upaya pemulihan. Memulihkan barang yang dicuri atau diperas, mengganti kerugian, dan melakukan tindakan perbaikan lainnya adalah langkah penting menuju keadilan yang utuh dan pemulihan hubungan yang rusak. Ayat ini menjadi pengingat bahwa hubungan kita dengan Tuhan tak terpisahkan dari cara kita memperlakukan sesama, dan bahwa kejujuran, integritas, serta tanggung jawab adalah pilar utama dalam menjalani kehidupan yang berkenan kepada-Nya.
Simbol di atas menggambarkan keadilan dan ketulusan. Lingkaran yang tergradasi melambangkan keutuhan dan kesempurnaan yang Tuhan inginkan, sementara segitiga di dalamnya melambangkan fondasi kebenaran dan keadilan. Kata "ADIL" menekankan prinsip inti yang diajarkan dalam Imamat 19:21.