Ayat Imamat 6:15, bagian dari instruksi Musa kepada bangsa Israel mengenai hukum-hukum persembahan, memberikan panduan spesifik mengenai korban bakaran. Ayat ini bukan sekadar aturan ritualistik, tetapi mengandung makna teologis dan praktis yang mendalam bagi umat Perjanjian Lama. "Dan seorang dari keturunan Lewi harus mempersembahkan dari padanya, seluruhnya, menjadi korban bakaran bagi TUHAN, yaitu satu ekor lembu jantan muda, yang tiada bercela, dua kali dalam seminggu." Perintah ini menyoroti pentingnya ketaatan yang berkelanjutan dan kesempurnaan dalam setiap persembahan kepada Tuhan.
Keturunan Lewi, suku yang ditugaskan untuk melayani di Kemah Suci dan kemudian Bait Suci, memiliki peran sentral dalam menjalankan ibadah ini. Mereka adalah mediator antara Allah dan umat-Nya. Perintah untuk mempersembahkan lembu jantan muda yang "tiada bercela" menekankan standar kesucian yang dituntut oleh Tuhan. Kesempurnaan fisik hewan korban mencerminkan kesempurnaan yang diharapkan dari hamba Tuhan dan juga menunjuk kepada kesempurnaan Kristus kelak, yang menjadi korban utama bagi dosa umat manusia.
Frekuensi persembahan, "dua kali dalam seminggu," menunjukkan bahwa persembahan bakaran bukanlah peristiwa sporadis, melainkan sebuah rutinitas yang teratur. Ini mengajarkan pentingnya menjaga hubungan yang konstan dan akrab dengan Tuhan. Dalam kehidupan modern, ini dapat diterjemahkan sebagai komitmen untuk terus-menerus mendekatkan diri kepada Tuhan melalui doa, Firman, dan ibadah pribadi maupun jemaat. Keteraturan ini juga memastikan bahwa umat terus-menerus diingatkan akan kebaikan Tuhan dan kebutuhan mereka akan penebusan.
Konsep "korban bakaran" sendiri memiliki makna penting. Seluruh hewan dikonsumsi oleh api, menjadi "bau merdu" bagi TUHAN. Ini melambangkan penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan, tanpa menyisakan apapun. Dalam konteks keselamatan, Yesus Kristus adalah Kurban Bakaran yang sempurna. Kematian-Nya di kayu salib adalah penyerahan diri total bagi dosa-dosa dunia, sebuah korban yang diterima Bapa dan membawa pengampunan kekal bagi setiap orang yang percaya.
Memahami Imamat 6:15 di era sekarang, kita dapat melihat bagaimana prinsip-prinsipnya tetap relevan. Ketaatan tanpa kompromi, kesadaran akan kesucian Tuhan, pentingnya hubungan yang berkelanjutan dengan-Nya, dan penyerahan diri total adalah nilai-nilai yang tidak lekang oleh waktu. Keturunan Lewi di masa Perjanjian Lama dipanggil untuk melayani; kita di Perjanjian Baru dipanggil untuk menjadi imamat rajani, mempersembahkan "korban pujian" dan hidup yang kudus sebagai kesaksian bagi kemuliaan Tuhan.
Ayat ini mengingatkan kita bahwa hubungan kita dengan Tuhan membutuhkan upaya dan komitmen yang tulus. Bukan hanya dalam momen-momen besar, tetapi dalam rutinitas kehidupan sehari-hari, kita dipanggil untuk mempersembahkan hidup kita sepenuhnya kepada Dia, seperti lembu jantan muda yang tiada bercela dipersembahkan di mezbah. Melalui Kristus, kita memiliki akses yang lebih besar dan hubungan yang lebih intim dengan Tuhan, dan panggilan untuk mempersembahkan diri kita secara utuh tetap berlaku.