Imamat 6:2

"Perintahkanlah kepada Harun dan anak-anaknya laki-laki dengan berkata: Inilah peraturan tentang korban bakaran; korban bakaran itu haruslah tinggal di atas mezbah semalam-malam sampai pagi, dan api di atas mezbah harus terus menyala."

Ayat Imamat 6:2 memberikan instruksi yang jelas dan fundamental mengenai korban bakaran dalam ibadah Israel kuno. Perintah ini ditujukan secara spesifik kepada Harun dan anak-anaknya, para imam yang bertugas memimpin upacara keagamaan. Inti dari instruksi ini adalah pentingnya menjaga api tetap menyala di atas mezbah persembahan sepanjang malam hingga pagi. Ini bukan sekadar masalah menjaga api agar mudah dinyalakan kembali, melainkan memiliki makna simbolis dan teologis yang mendalam bagi umat Israel.

Makna utama dari instruksi agar api korban bakaran tetap menyala adalah simbolisme kehadiran Tuhan yang kekal dan tak terpadamkan. Api yang terus menyala melambangkan bahwa komunikasi dan persekutuan antara Tuhan dan umat-Nya tidak boleh terputus. Hal ini juga menggarisbawahi sifat korban bakaran itu sendiri, yang merupakan persembahan utuh yang sepenuhnya dipersembahkan kepada Tuhan. Dengan api yang terus menyala, seolah-olah persembahan tersebut terus-menerus 'diingat' dan 'diserahkan' kepada Tuhan, menegaskan ketaatan dan penyerahan diri umat kepada kehendak ilahi.

Selanjutnya, Imamat 6:2 menekankan disiplin dan ketekunan dalam ibadah. Menjaga api tetap menyala sepanjang malam membutuhkan perhatian yang konstan dan komitmen. Ini mencerminkan bagaimana hubungan yang bermakna dengan Tuhan membutuhkan usaha yang berkelanjutan, kewaspadaan, dan kesetiaan. Para imam harus sigap dalam memastikan bahwa api ini tidak pernah padam, sebuah tugas yang membutuhkan dedikasi penuh. Ini mengajarkan umat bahwa ibadah yang benar bukan hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, tetapi merupakan gaya hidup yang dijaga terus-menerus.

Perintah ini juga menyoroti kesucian mezbah dan persembahan. Api yang berasal dari Tuhan (biasanya dinyalakan pertama kali dari api kudus) haruslah suci dan terus digunakan untuk membakar korban. Api yang mati berarti proses persembahan terhenti, yang dapat dianggap sebagai ketidaklayakan atau kegagalan dalam memenuhi perintah Tuhan. Oleh karena itu, menjaga api tetap menyala adalah tindakan ketaatan yang mendasar untuk menjaga kesucian tempat ibadah dan kekudusan hubungan dengan Yang Maha Kuasa.

Dalam konteks yang lebih luas, Imamat 6:2 menjadi pengingat bagi umat percaya modern tentang pentingnya menjaga semangat doa, pujian, dan penyembahan yang terus menyala dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun bentuk ibadah telah berubah seiring dengan kedatangan Yesus Kristus, prinsip dasar dari ketaatan yang teguh, persekutuan yang tak terputus dengan Tuhan, dan penyerahan diri yang total tetap relevan. Api yang tak terpadamkan di atas mezbah melambangkan api Roh Kudus yang seharusnya terus berkobar dalam hati setiap orang percaya, menerangi jalan mereka dan menjaga hubungan mereka tetap hidup dengan Sang Pencipta.