"Dan apabila seseorang makan dari korban keselamatan, yang dipersembahkan kepada TUHAN, maka ia harus makan pada hari ia mempersembahkannya atau pada hari sesudahnya; janganlah ia makan dari padanya pada hari ketiga, supaya kurban itu jangan menjadi kekejian dan orang yang mempersembahkannya tidak mendapat manfaat daripadanya; setiap orang yang memakannya harus menanggung kesalahannya sendiri."
Ayat Imamat 7:26 merupakan bagian dari peraturan mengenai kurban persembahan dalam Perjanjian Lama. Ayat ini secara spesifik mengatur tentang bagaimana kurban keselamatan (korban damai sejahtera) harus dikonsumsi, memberikan penekanan kuat pada ketepatan waktu dan rasa hormat terhadap persembahan yang diberikan kepada Tuhan. Kurban keselamatan adalah jenis persembahan sukarela yang dipersembahkan kepada Allah untuk mengungkapkan rasa syukur, menepati nazar, atau sebagai bentuk perdamaian dengan Tuhan.
Inti dari ayat ini adalah larangan memakan sisa kurban keselamatan setelah hari kedua sejak kurban itu dipersembahkan. Ada dua alasan utama mengapa aturan ini diberlakukan. Pertama, menjaga kekudusan persembahan. Kurban yang dipersembahkan kepada Tuhan dianggap memiliki nilai kekudusan. Mengonsumsinya secara sembarangan atau melebihi batas waktu yang ditentukan dapat mencemarkan kekudusan tersebut, menjadikannya "kekejian" di mata Tuhan. Ini menunjukkan bahwa dalam ibadah kepada Tuhan, segala sesuatu harus dilakukan dengan ketelitian dan kesungguhan hati.
Kedua, penekanan pada manfaat spiritual. Ayat tersebut menyatakan bahwa orang yang mempersembahkannya tidak mendapat manfaat daripadanya jika memakannya pada hari ketiga. Hal ini mengindikasikan bahwa kurban tersebut memiliki tujuan spiritual yang mendalam, yaitu untuk memulihkan hubungan, mendatangkan berkat, atau mengucap syukur. Dengan mematuhi aturan waktu, umat Israel diingatkan bahwa ibadah bukan sekadar ritual, melainkan sebuah tindakan iman yang harus dijalani dengan benar agar mendatangkan faedah rohani yang sesuai.
Lebih lanjut, ayat ini juga menetapkan prinsip tanggung jawab individu. "Setiap orang yang memakannya harus menanggung kesalahannya sendiri." Ini berarti bahwa setiap individu yang mengonsumsi kurban keselamatan bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. Jika mereka melanggar aturan, mereka sendiri yang akan menanggung konsekuensinya. Prinsip ini menegaskan bahwa dalam relasi dengan Tuhan, setiap orang dihadapkan pada tanggung jawab pribadi untuk taat dan menghormati ketetapan-Nya.
Dalam konteks Kristen, meskipun hukum-hukum kurban dalam Perjanjian Lama telah digenapi dalam diri Yesus Kristus, prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya tetap relevan. Kurban Kristus adalah kurban keselamatan yang sempurna dan final. Kita memiliki kebebasan untuk menikmati buah keselamatan-Nya melalui iman dan persekutuan dengan-Nya. Namun, ayat Imamat 7:26 mengingatkan kita akan pentingnya menghormati anugerah Tuhan, hidup dalam kekudusan, dan menjalani persekutuan dengan-Nya dengan kesungguhan hati dan rasa syukur yang tulus, bukan dengan cara yang sembarangan atau sembrono.
Memahami Imamat 7:26 membantu kita untuk merenungkan kembali bagaimana kita memperlakukan hal-hal yang kudus dalam kehidupan iman kita. Apakah kita menghargai karunia keselamatan yang telah diberikan? Apakah kita menjalani hubungan dengan Tuhan dengan hormat dan taat? Ayat ini menjadi pengingat bahwa kesetiaan dalam hal-hal kecil mencerminkan kedalaman hati kita dalam mengasihi dan melayani Tuhan.