"Pada hari kedelapan Musa memanggil Harun dan anak-anaknya, serta para tua-tua Israel." (Imamat 9:1)
Pasal 9 dan 10 dari Kitab Imamat menceritakan sebuah momen krusial dalam sejarah Israel: penetapan Harun dan keturunannya sebagai imam besar dan para imam untuk melayani Tuhan. Setelah tabernakel selesai dibangun dan diurapi, Musa dipanggil Tuhan untuk memimpin upacara pengudusan dan penahbisan para imam. Ini bukan sekadar seremoni, melainkan awal dari sistem ibadah yang kompleks dan penuh makna yang akan memimpin umat Israel berinteraksi dengan kekudusan Tuhan.
Musa, atas perintah Tuhan, mengumpulkan Harun, anak-anaknya, dan seluruh umat Israel. Hari kedelapan ini menandai dimulainya pelayanan imamat yang resmi. Ada instruksi yang sangat spesifik mengenai korban-korban yang harus dipersembahkan: lembu jantan muda sebagai korban penghapus dosa, domba jantan muda sebagai korban bakaran, dan anak lembu jantan sebagai korban keselamatan. Semua ini menekankan pentingnya pemurnian, pengudusan, dan pengakuan akan dosa sebelum mendekat kepada Tuhan. Ketaatan Harun dan keluarganya terlihat jelas dalam setiap langkah yang mereka ambil, mengikuti setiap perintah Musa dengan setia.
Puncak dari upacara ini adalah ketika Harun mengangkat tangannya ke arah umat dan memberkati mereka, dan kemuliaan Tuhan tampak kepada seluruh umat. Api dari hadapan Tuhan turun dan menghanguskan korban bakaran di mezbah. Pengalaman ini tentu sangat menggetarkan hati, menyaksikan kehadiran ilahi yang begitu nyata. Ini adalah bukti bahwa Tuhan menerima persembahan mereka dan menguduskan mereka untuk pelayanan-Nya.
Namun, tepat setelah momen kemuliaan ini, datanglah babak yang tragis dalam pasal 10. Nadab dan Abihu, dua putra Harun, melakukan sesuatu yang sangat tidak diperintahkan. Mereka mengambil perbara api, membubuhinya dengan ukupan, dan membawanya ke hadapan Tuhan, "suatu persembahan yang tidak diperintahkan-Nya kepada mereka." Ketidaktaatan yang spesifik ini, meskipun mungkin tampak kecil di mata manusia, sangat serius di hadapan Tuhan yang kudus. Sebagai respons, api keluar dari hadapan Tuhan dan memakan mereka, sehingga mereka mati di hadapan Tuhan.
Peristiwa ini menjadi pelajaran pahit namun penting bagi Harun dan seluruh Israel. Tuhan menggarisbawahi bahwa kekudusan-Nya tidak dapat dipermainkan. Mendekat kepada Tuhan harus dilakukan dengan cara yang telah Dia tetapkan, bukan dengan cara yang menurut manusia "baik" atau "kreatif" tetapi tidak sesuai dengan firman-Nya. Musa menjelaskan kepada Harun bahwa inilah yang dimaksud Tuhan dengan mengatakan: "Siapa yang mau mendekat kepada-Ku, harus menunjukkan kekudusan-Ku di hadapan seluruh bangsa itu."
Pasal Imamat 9 dan 10 secara bersamaan mengajarkan dua aspek penting tentang hubungan manusia dengan Tuhan: pentingnya ketaatan yang setia dalam ibadah dan pelayanan, serta konsekuensi serius dari ketidaktaatan, terutama ketika menyangkut kekudusan Tuhan. Kisah ini terus relevan hingga kini, mengingatkan kita bahwa ibadah yang benar datang dari hati yang taat dan tunduk pada tuntunan Ilahi, bukan berdasarkan inisiatif atau keinginan pribadi yang melanggar firman-Nya.