Berkatalah ia kepada Harun: "Ambillah seekor anak lembu jantan untuk korban penghapus dosa dan seekor domba jantan muda untuk korban bakaran, keduanya yang tidak bercela, dan persembahkanlah di hadapan TUHAN.
Ayat Imamat 9:2 menggarisbawahi pentingnya persiapan yang cermat dalam ibadah dan persembahan kepada Tuhan. Perintah ini disampaikan oleh Tuhan sendiri kepada Harun, imam besar yang baru ditahbiskan, sebagai bagian dari persiapan untuk memulai pelayanan imamatnya di hadapan umat Israel. Frasa "seekor anak lembu jantan untuk korban penghapus dosa dan seekor domba jantan muda untuk korban bakaran, keduanya yang tidak bercela" menunjukkan dua jenis persembahan yang fundamental dalam hukum Taurat.
Korban penghapus dosa (sin offering) memiliki tujuan untuk menyucikan umat dari dosa-dosa yang telah mereka perbuat, baik yang disengaja maupun tidak. Ini adalah langkah penting untuk memulihkan hubungan yang rusak antara manusia berdosa dan Tuhan yang kudus. Keharusan untuk mempersembahkan anak lembu jantan menandakan keseriusan dosa dan kebutuhan akan penebusan.
Sementara itu, korban bakaran (burnt offering) adalah ekspresi penyerahan diri total kepada Tuhan. Seluruh hewan yang dipersembahkan akan dibakar habis di mezbah, melambangkan ketaatan dan pengabdian yang tidak terbagi kepada Tuhan. Domba jantan muda yang dipilih untuk korban ini juga harus "tidak bercela," menekankan standar kesempurnaan yang dituntut oleh Tuhan dalam setiap aspek ibadah.
Perintah untuk menggunakan hewan "yang tidak bercela" adalah kunci. Ini bukan sekadar formalitas, tetapi mencerminkan karakter Tuhan yang sempurna dan kudus. Persembahan yang terbaik, yang tanpa cacat cela, adalah cara untuk menghormati kekudusan-Nya dan mengakui bahwa hanya sesuatu yang sempurna yang layak dipersembahkan kepada Sang Pencipta. Ini mengajarkan umat untuk tidak mempersembahkan apa yang kurang baik atau cacat, melainkan memberikan yang terbaik dari apa yang mereka miliki.
Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini memberikan pelajaran berharga bagi kita di zaman sekarang. Meskipun sistem persembahan korban dalam Perjanjian Lama telah digenapi dalam diri Yesus Kristus sebagai Imam Besar Agung dan korban yang sempurna (Ibrani 9:11-14), prinsip di baliknya tetap relevan. Kita dipanggil untuk datang kepada Tuhan dengan hati yang tulus, mengakui dosa-dosa kita, dan memohon pengampunan melalui pengorbanan Kristus. Selain itu, kita juga diajak untuk mempersembahkan diri kita sendiri sebagai korban yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Tuhan (Roma 12:1). Ini berarti menyerahkan seluruh hidup kita, waktu, tenaga, bakat, dan sumber daya kita untuk kemuliaan-Nya, dengan standar kesucian dan ketulusan. Persiapan yang cermat dalam ibadah pribadi dan komunal, serta ketulusan dalam memberi, adalah manifestasi dari rasa syukur dan hormat kita kepada Tuhan.