Kejadian 18:30 - Pertanyaan Abraham yang Penuh Iman

"Lalu ia berkata: 'Sekali lagi aku berani bicara kepada Tuanku, sekali ini saja. Bagaimana kalau ada sepuluh orang di sana?'"
Iman

Ayat Kejadian 18:30 mencatat sebuah momen dialog yang luar biasa antara Abraham dan Tuhan. Peristiwa ini terjadi dalam konteks percakapan tentang murka Tuhan yang akan menimpa kota Sodom dan Gomora karena kejahatan penduduknya yang sangat besar. Tuhan telah mengungkapkan niat-Nya untuk menghancurkan kedua kota tersebut, dan Abraham, sebagai kerabat Lot yang tinggal di Sodom, merasa terpanggil untuk berintervensi.

Permohonan Abraham tidak datang dari keraguan terhadap keadilan Tuhan, melainkan dari kedalaman imannya dan kasihnya kepada sesama, bahkan kepada mereka yang mungkin telah tersesat. Ia memulai percakapan ini dengan kerendahan hati dan rasa hormat, mengakui bahwa ia hanyalah debu dan abu di hadapan Tuhan Yang Mahakuasa. Namun, keberaniannya untuk mengajukan pertanyaan dan permohonan menunjukkan betapa ia memahami sifat Allah yang pengasih dan adil.

Dimulai dengan pertanyaan "Sekali lagi aku berani bicara kepada Tuanku, sekali ini saja. Bagaimana kalau ada lima puluh orang benar di sana?", Abraham perlahan-lahan menawar kelayakan kota tersebut di hadapan Tuhan. Setiap kali Tuhan menyetujui untuk tidak membinasakan kota jika sejumlah orang benar ditemukan, Abraham semakin berani untuk menurunkan angka tersebut. Proses tawar-menawar yang unik ini adalah gambaran dari sifat kehati-hatian dan belas kasihan Tuhan, serta keberanian iman Abraham yang gigih.

Momen ketika Abraham akhirnya bertanya, "Bagaimana kalau ada sepuluh orang di sana?" adalah puncak dari dialog tersebut. Ia memahami bahwa bahkan sepuluh orang benar sudah cukup untuk menjadi penahan murka ilahi. Ini bukan sekadar latihan logika, melainkan sebuah ekspresi dari harapan mendalam Abraham. Jika ada cukup orang baik, Tuhan akan membatalkan hukuman-Nya. Namun, ironisnya, ketika Tuhan pada akhirnya mengirim malaikat-Nya ke Sodom, ternyata tidak ditemukan sepuluh orang benar sekalipun, selain Lot dan keluarganya. Ini menekankan betapa parahnya kerusakan moral di kota tersebut.

Kejadian 18:30 mengajarkan kita tentang kekuatan doa syafaat. Abraham, meskipun jauh dari Sodom, peduli pada nasib kerabatnya dan penduduk kota itu. Imannya yang aktif mendorongnya untuk berbicara kepada Tuhan, bukan sebagai hakim, tetapi sebagai sahabat. Ia berdialog dengan Tuhan, menunjukkan bahwa iman sejati tidak pasif, tetapi terlibat dan peduli.

Kisah ini juga mengingatkan kita akan standar keadilan dan kekudusan Tuhan. Walaupun Tuhan itu kasih, Ia juga adil dan tidak akan membiarkan kejahatan merajalela tanpa konsekuensi. Namun, Ia selalu memberikan kesempatan dan menunda penghakiman jika ada tanda-tanda pertobatan atau kebaikan yang cukup.

Pertanyaan Abraham di Kejadian 18:30 adalah bukti nyata dari hubungan personal yang dapat dimiliki seseorang dengan Tuhan. Ini adalah dialog yang penuh hormat, keberanian, dan cinta. Ia berani menghadap Tuhan dengan permohonan, menunjukkan bahwa iman yang hidup selalu berusaha untuk memengaruhi keadaan di sekitarnya dengan cara yang sesuai dengan kehendak Tuhan.