Kejadian 31 & 32: Pelarian & Pertemuan Yakub

"TUHAN berfirman kepada Yakub: 'Pulanglah ke negeri nenek moyangmu dan kepada kaum keluargamu, Aku akan menyertai engkau.'" (Kejadian 31:3)

Kisah Yakub dalam pasal 31 dan 32 Kitab Kejadian menandai salah satu periode paling krusial dalam hidupnya. Setelah dua puluh tahun bekerja keras di bawah keponakannya, Laban, di Haran, Yakub merasa tiba waktunya untuk kembali ke tanah kelahirannya, tanah perjanjian yang dijanjikan oleh Allah kepada Abraham, Ishak, dan dirinya sendiri. Namun, kepulangannya bukanlah perkara mudah. Ia menghadapi berbagai tantangan, baik dari segi materiil maupun emosional, yang menguji iman dan keteguhan hatinya.

Pelarian dari Laban (Kejadian 31)

Pasal 31 menggambarkan pelarian Yakub dari rumah Laban. Hubungan Yakub dengan Laban telah memburuk. Laban yang licik sering mengubah upah Yakub, menunjukkan ketidakpercayaan dan kecurigaan yang mendalam. Yakub, dengan panduan ilahi, mulai mengumpulkan kekayaannya sendiri, termasuk ternak yang beraneka warna, sebagai upah yang telah dijanjikan. Istri-istrinya, Lea dan Rahel, serta budak-budak perempuan mereka, Zilpa dan Bilha, juga turut mendukung keputusan Yakub untuk meninggalkan Haran.

Dalam kerahasiaan, Yakub mengumpulkan seluruh hartanya, ternaknya, dan keluarganya, lalu berangkat menuju Kanaan. Namun, Laban segera mengetahui kepergiannya dan bersama pengikutnya mengejar Yakub. Kejadian ini menimbulkan ketegangan tinggi, di mana Allah campur tangan secara langsung. Dalam mimpi, Allah memperingatkan Laban untuk tidak berbicara sepatah kata pun yang baik atau buruk kepada Yakub. Laban pun akhirnya hanya dapat menegur Yakub atas pelariannya tanpa membawa serta anak-anak perempuannya. Setelah Yakub dan Laban membuat perjanjian damai dan mendirikan tugu batu sebagai saksi, mereka berpisah.

Perjalanan Pulang Yakub Haran Kanaan

Ilustrasi sederhana perjalanan Yakub dari Haran menuju Kanaan.

Pertemuan dengan Esau (Kejadian 32)

Memasuki pasal 32, tantangan Yakub belum berakhir. Ia kini harus berhadapan dengan kakaknya, Esau, yang pernah ia tipu untuk mendapatkan hak kesulungan. Ketakutan mencekam Yakub. Ia mengirimkan utusan-utusan dengan hadiah-hadiah besar kepada Esau, berharap dapat meredakan amarah kakaknya. Namun, ketakutan itu terus menggelutinya.

Malam sebelum bertemu Esau, Yakub menghadapi momen pergulatan spiritual yang mendalam. Ia ditinggalkan sendirian dan berpergulatan dengan seorang pribadi (yang diyakini banyak tafsir sebagai malaikat atau manifestasi Allah) hingga fajar menyingsing. Pergulatan ini bukan hanya fisik, tetapi juga spiritual. Identitas Yakub diubah, namanya menjadi Israel, yang berarti "berjuang melawan Allah" atau "Allah berjuang." Luka pada pinggulnya menjadi pengingat permanen akan pertemuan sakral tersebut dan bukti kerendahan hati serta ketergantungannya kepada Allah.

Ketika akhirnya Yakub bertemu Esau, ia merendahkan diri dan sujud tujuh kali. Ajaibnya, Esau yang sebelumnya penuh amarah, kini datang dengan empat ratus orang, namun menyambut Yakub dengan penuh kasih sayang. Esau memaafkan dan menerima kembali adiknya. Pertemuan ini adalah demonstrasi nyata dari campur tangan ilahi dan pemulihan hubungan yang telah lama retak. Kisah Yakub dalam pasal 31 dan 32 ini mengajarkan tentang kesetiaan Allah, pentingnya iman di tengah kesulitan, serta anugerah pengampunan dan rekonsiliasi.