"Berkata ia: ‘Aku mencari saudara-saudaraku; katakanlah kepadaku di mana mereka menggembalakan domba.’"
Ayat dari Kitab Kejadian 37:16 ini membuka sebuah momen penting dalam kisah Yusuf, anak kesayangan Yakub. Frasa "Aku mencari saudara-saudaraku; katakanlah kepadaku di mana mereka menggembalakan domba" terdengar sederhana, namun menyimpan dinamika emosional dan naratif yang mendalam. Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini menggambarkan titik balik di mana Yusuf, yang sedang menjalankan tugas dari ayahnya, menjadi protagonis utama dalam serangkaian peristiwa yang akan membentuk takdirnya dan keluarganya. Yakub, yang telah menua dan sering kali merasakan kecemasan, mengirimkan Yusuf untuk memeriksa keadaan kakak-kakaknya yang sedang menggembalakan kawanan domba di dekat Sikhem. Ini adalah tugas yang menunjukkan kepercayaan Yakub kepada Yusuf, tetapi juga, tanpa disadari, menempatkan Yusuf dalam bahaya.
Kisah ini mengambil latar di tanah Kanaan, di mana Yusuf, dengan jubah berwarna-warni yang menjadi simbol kasih sayang khusus dari ayahnya, berjalan sendirian mencari saudara-saudaranya. Keberadaannya yang terpisah dari kawanan dan dari mata para gembala lain memberinya kerentanan. Namun, dari sisi pandang Yusuf, niatnya murni. Ia hanya ingin memastikan bahwa saudara-saudaranya baik-baik saja dan bahwa kawanan mereka terawat. Pertanyaannya kepada seorang asing—atau kemungkinan kepada siapa pun yang ditemuinya—menunjukkan keinginannya untuk terhubung dan menjalankan tanggung jawabnya.
Ironisnya, pencarian Yusuf untuk menemukan saudara-saudaranya justru mengantarkannya pada perjumpaan yang akan mengubah hidupnya secara drastis. Kakak-kakaknya, yang telah lama diliputi kecemburuan terhadap Yusuf karena kasih sayang istimewa yang ditunjukkan Yakub kepadanya, melihat kedatangan Yusuf sebagai kesempatan untuk menyingkirkannya. Mereka tidak hanya merasakan iri, tetapi juga kemarahan atas mimpi-mimpi Yusuf yang menggambarkan superioritasnya di masa depan. Ketika mereka melihat Yusuf datang, rencana jahat mulai terbentuk di benak mereka. Alih-alih menyambut adiknya dengan hangat, mereka bersekongkol untuk menjebaknya.
Kutipan ini juga menyoroti tema pencarian dan kehilangan. Yusuf mencari saudara-saudaranya, tetapi yang ditemukannya bukanlah kehangatan kekeluargaan, melainkan pengkhianatan. Saudara-saudaranya kemudian menjualnya sebagai budak kepada pedagang Ismael yang sedang melewati daerah itu, menuju Mesir. Peristiwa ini menjadi awal dari perjalanan panjang Yusuf di tanah asing, di mana ia akan mengalami cobaan berat, ketidakadilan, tetapi juga pertumbuhan karakter dan kesetiaan kepada Tuhan. Dari seorang anak kesayangan yang dimanjakan, Yusuf akan ditempa menjadi pemimpin yang bijaksana dan kuat, yang pada akhirnya menyelamatkan keluarganya dan bangsanya dari kelaparan yang hebat. Kisah ini mengajarkan bahwa bahkan dalam situasi yang paling gelap dan penuh keputusasaan, kesetiaan dan iman dapat membawa pada tujuan yang lebih besar, bahkan yang tidak pernah kita duga sebelumnya.