Kisah dalam Kejadian 43:20 membawa kita kembali ke masa ketika saudara-saudara Yusuf, tanpa menyadari identitasnya, kembali ke Mesir untuk mencari makanan di tengah kelaparan yang melanda tanah Kanaan. Perjalanan mereka yang kedua ini penuh dengan ketegangan dan keraguan, terutama setelah pengalaman pahit yang mereka alami pada kunjungan pertama.
Pada kunjungan pertama, mereka diperlakukan sebagai mata-mata oleh penguasa Mesir yang tak lain adalah saudara mereka sendiri, Yusuf. Perintah untuk membawa Benyamin, saudara bungsu mereka, sebagai syarat untuk mendapatkan gandum lagi, menanamkan rasa takut yang mendalam. Sejak kematian Rahel, Benyamin adalah satu-satunya anak yang tersisa dari istri kesayangan Yakub, dan kehilangan Benyamin akan menjadi pukulan yang menghancurkan bagi Yakub.
Permintaan yang tertuang dalam ayat ini adalah sebuah pengakuan dari para saudara bahwa mereka datang untuk membeli makanan. Namun, lebih dari sekadar urusan ekonomi, ada sebuah kesepakatan yang diutarakan. Mereka menyatakan keinginan untuk makan di Mesir dan berjanji untuk tidak akan pergi sebelum Benyamin hadir di hadapan penguasa. Ini menunjukkan keseriusan mereka dalam memenuhi syarat yang diberikan, meskipun beban emosionalnya sangat berat. Frasa "supaya kami dapat keluar dan melihat tuan kami" juga menyiratkan keinginan untuk berhadapan langsung dengan penguasa Mesir, kemungkinan untuk memohon belas kasihan atau memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai situasi mereka.
Kisah ini adalah gambaran indah tentang bagaimana ketakutan dan ketaatan berjalan beriringan. Para saudara diliputi ketakutan akan reaksi Yakub dan ancaman kehilangan Benyamin, namun mereka memilih untuk taat pada perintah, karena kebutuhan mendesak untuk bertahan hidup. Perjalanan mereka ke Mesir bukanlah perjalanan biasa; ini adalah perjalanan yang sarat dengan pengampunan yang tertunda, identitas yang tersembunyi, dan rencana ilahi yang perlahan terungkap. Kata-kata dalam Kejadian 43:20 menjadi penanda penting dalam narasi panjang tentang rekonsiliasi keluarga, ujian iman, dan pemeliharaan Tuhan yang tak terlihat.
Kisah ini mengajarkan kita pentingnya kepercayaan dalam situasi yang paling sulit. Meskipun para saudara tidak mengetahui bahwa penguasa Mesir itu adalah Yusuf yang mereka jual bertahun-tahun lalu, mereka tetap berusaha menjalankan apa yang diminta. Ini adalah pelajaran berharga bagi kita untuk tetap menjalankan tanggung jawab kita dengan setia, meskipun kita tidak memahami seluruh rencana di balik peristiwa yang sedang kita alami. Kebaikan dan keteguhan hati para saudara dalam menghadapi situasi genting ini menjadi bukti kekuatan ikatan keluarga dan rencana penyelamatan Tuhan yang seringkali bekerja di balik layar.