Kisah penguburan Yakub dalam Kitab Kejadian pasal 50, khususnya ayat kedua, menyajikan sebuah adegan yang sarat makna dan emosional. Setelah perjalanan hidup yang panjang dan penuh liku, Yakub, patriark agung Israel, akhirnya menghembuskan napas terakhir di Mesir. Namun, momen perpisahan ini tidak hanya diwarnai oleh kesedihan, tetapi juga oleh proses persiapan yang khidmat dan penuh penghormatan, yang dicatat dengan rinci dalam firman Tuhan. Kejadian 50:2 secara spesifik menyoroti tindakan Yusuf, anak kesayangan Yakub, yang mengambil inisiatif untuk memastikan jenazah ayahnya diperlakukan dengan cara yang sesuai dengan adat istiadat serta penghormatan tertinggi.
Ayat ini menyatakan, "Lalu Yusuf memerintahkan orang-orang tabibnya untuk mengawetkan mayat ayahnya. Maka mengawetkanlah orang-orang tabib itu Israel." Perintah Yusuf ini bukanlah tindakan biasa. Di Mesir kuno, proses pengawetan jenazah, yang dikenal sebagai mumifikasi, merupakan ritual yang kompleks dan mahal, yang biasanya diperuntukkan bagi para firaun dan bangsawan tinggi. Ini menunjukkan betapa besar penghargaan Yusuf kepada ayahnya, dan bagaimana ia, sebagai orang yang memiliki kedudukan tinggi di Mesir, mampu memfasilitasi proses ini. Pengawetan jenazah diyakini sebagai cara untuk menjaga keutuhan fisik seseorang agar jiwa dapat terus hidup dan bahkan kembali ke raga. Bagi Yusuf, ini adalah bentuk penghormatan terakhir dan pengakuan atas status ayahnya yang mulia, bukan hanya sebagai seorang ayah, tetapi juga sebagai leluhur bangsa Israel.
Gambar SVG yang merepresentasikan proses pengawetan jenazah dengan sentuhan modern, menggambarkan garis yang mengalir dan lingkaran sebagai simbol keabadian dan ritual. Warna latar belakang gradien sejuk.
Lebih dari sekadar ritual penguburan, tindakan pengawetan jenazah Yakub oleh Yusuf membawa beberapa lapisan makna. Pertama, ini menunjukkan kesetiaan dan bakti seorang anak kepada orang tuanya. Di tengah situasi politik dan budaya yang asing, Yusuf tetap teguh dalam menghormati ayahnya, bahkan dalam kematian. Kedua, ini adalah manifestasi dari janji yang mungkin telah dibuat Yakub kepada Yusuf, yaitu agar ia dimakamkan di tanah leluhurnya, di gua Makhpela, bersama para leluhur lainnya. Perintah pengawetan ini memastikan bahwa jenazah Yakub dapat diangkut dan dimakamkan dengan layak di Kanaan, sesuai dengan keinginan terakhirnya.
Selanjutnya, tindakan ini juga bisa dilihat sebagai persiapan untuk mengamankan warisan spiritual dan fisik bangsa Israel. Dengan mengawetkan jenazah Yakub, Yusuf secara implisit menegaskan identitas dan garis keturunan Israel yang kuat, bahkan saat mereka berada di Mesir. Hal ini memperkuat ikatan mereka sebagai satu keluarga besar yang memiliki akar yang sama. Kejadian 50:2 bukan hanya catatan historis, tetapi juga sebuah pelajaran tentang pentingnya menghormati orang tua, memegang teguh warisan, dan menunjukkan kesetiaan dalam setiap keadaan.
Proses pengawetan itu sendiri, meskipun dilakukan oleh para tabib Mesir, dilaksanakan atas perintah Yusuf. Ini adalah bukti bagaimana iman dan tradisi dapat berinteraksi dengan budaya yang ada. Yusuf, sebagai orang Israel yang percaya pada Allah yang Esa, melakukan apa yang terbaik menurut pemahamannya dan adat istiadat yang berlaku untuk menghormati ayahnya. Hal ini menunjukkan kemampuan untuk beradaptasi tanpa kehilangan identitas inti. Kisah ini mengingatkan kita bahwa bahkan dalam momen duka cita yang mendalam, tindakan penghormatan dan pemeliharaan warisan tetap menjadi hal yang sangat penting, mengikat masa lalu, masa kini, dan masa depan.