Kisah dalam Kitab Kejadian memuat banyak catatan mengenai kehidupan leluhur umat manusia. Salah satu kisah yang menarik dan penuh hikmah adalah mengenai Henokh. Ayat 5:23 mencatat tentang usia Henokh dan yang lebih penting, bagaimana ia menjalani hidupnya: "Dan Henokh hidup tiga ratus enam puluh lima tahun, dan Henokh berjalan dengan Allah." Penggambaran "berjalan dengan Allah" adalah sebuah frasa yang kaya makna, yang mengisyaratkan sebuah hubungan yang intim dan keselarasan hidup dengan Pencipta.
Usia 365 tahun yang dicatat bagi Henokh, meskipun berbeda dengan rentang hidup manusia modern, dalam konteks Alkitab kuno sering kali diasosiasikan dengan kesempurnaan atau keutuhan waktu dalam satu tahun matahari. Namun, angka ini bukanlah fokus utama dari narasi ini. Yang jauh lebih menonjol adalah kualitas hidupnya. Berjalan dengan Allah bukan sekadar berarti hidup lama, tetapi menjalani setiap aspek kehidupan, setiap langkah, setiap keputusan, dengan kesadaran akan kehadiran-Nya, mengikuti tuntunan-Nya, dan berorientasi pada kehendak-Nya. Ini adalah metafora yang kuat untuk menggambarkan sebuah kehidupan yang dijalani dalam ketaatan, kesalehan, dan kesetiaan kepada Tuhan.
Dalam dunia yang sering kali dipenuhi godaan, kesibukan, dan kemerosotan moral, kisah Henokh menjadi pengingat bahwa adalah mungkin untuk mempertahankan hubungan yang erat dengan Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa kedekatan dengan Allah bukanlah sesuatu yang hanya bisa dicapai oleh orang-orang tertentu di zaman tertentu, tetapi sebuah undangan bagi setiap individu. Untuk "berjalan dengan Allah" berarti menempatkan iman di pusat kehidupan, mengarahkan hati dan pikiran kepada-Nya, serta memohon hikmat-Nya dalam menghadapi setiap situasi. Ini adalah sebuah komitmen aktif, sebuah relasi yang terus menerus dipelihara.
Lebih lanjut, Alkitab mencatat sebuah peristiwa luar biasa mengenai Henokh: "dan ia tidak ada lagi, sebab Allah mengambilnya." (Kejadian 5:24). Hal ini unik karena Henokh adalah salah satu dari sedikit tokoh yang diangkat ke surga tanpa mengalami kematian. Pengalaman ini semakin menegaskan betapa istimewanya hubungan Henokh dengan Allah. Ia bukan hanya hidup sesuai dengan kehendak Allah di bumi, tetapi ia juga hidup dalam persekutuan yang begitu erat sehingga Allah sendiri yang menjemputnya. Ini adalah puncak dari kehidupan yang dijalani bersama Allah.
Kisah Henokh, sebagaimana terangkum dalam Kejadian 5:23, memberikan pelajaran berharga bagi kita saat ini. Ia mengingatkan kita untuk tidak hanya menghitung tahun-tahun yang kita jalani, tetapi untuk memperhatikan kualitas hidup rohani kita. Apakah kita benar-benar "berjalan dengan Allah" dalam kehidupan sehari-hari kita? Apakah prioritas kita selaras dengan kehendak-Nya? Refleksi atas kehidupan Henokh dapat memotivasi kita untuk memperdalam hubungan kita dengan Tuhan, meneladani kesetiaannya, dan berharap pada janji persekutuan abadi dengan-Nya. Kejadian 5:23 bukan sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah undangan untuk hidup yang bermakna, yang berorientasi pada Allah, dan pada akhirnya, dipenuhi berkat-Nya.