"Dan di tempat itu mereka menjerit-jerit kepada Musa, katanya: "Sekiranya kami mati binasa oleh karena ini, lebih baik kami mati di tanah Mesir, waktu kami duduk mengulum daging cubit, atau makan roti sampai kenyang. Tetapi kamu membawa kami kemari ke tempat yang sunyi ini, untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan."
Kutipan dari Kitab Keluaran 17:3 ini menggambarkan salah satu momen kritis dalam perjalanan bangsa Israel melintasi padang gurun. Setelah berhari-hari tanpa air, keputusasaan dan keluhan mulai melanda jemaah. Kata-kata mereka yang terlontar dari bibir terdengar begitu pedih dan penuh kekecewaan. Mereka bahkan membandingkan kondisi sekarang yang sangat sulit dengan masa lalu mereka di Mesir, di mana setidaknya mereka memiliki akses terhadap makanan dan kenyamanan yang relatif. Keluhan ini bukan sekadar ekspresi ketidakpuasan, melainkan juga ujian bagi iman mereka kepada Allah dan kepemimpinan Musa.
Dalam situasi genting seperti ini, rasa haus fisik seringkali beriringan dengan haus spiritual. Manusia cenderung kembali pada kenangan manis masa lalu, melupakan juga penderitaan yang ada di dalamnya, dan menganggap masa kini sebagai puncak kesulitan. Namun, di tengah pergumulan inilah, Allah menunjukkan kuasa-Nya. Perintah Musa untuk memukul gunung batu di Horeb bukanlah tindakan tanpa dasar, melainkan sebuah perintah ilahi yang mengarah pada mukjizat. Dari batu yang dipukul itu, keluarlah air, memberikan kehidupan bagi seluruh jemaah dan ternak mereka.
Peristiwa ini menjadi pengingat kuat akan sifat Allah yang Mahakasih dan Mahakuasa. Di tengah keadaan paling tandus sekalipun, Dia mampu menyediakan sumber kehidupan. Batu yang keras dan tak bernyawa itu menjadi sumber mata air, sebuah metafora yang kuat tentang bagaimana Allah bisa membawa kehidupan dan pemulihan dari situasi yang paling tak terduga. Ini bukan hanya tentang pemenuhan kebutuhan fisik, tetapi juga tentang penegasan kembali kepercayaan dan ketergantungan umat-Nya pada Dia.
Keluaran 17:3, bersama dengan kelanjutannya, mengajarkan kita tentang pentingnya berserah kepada Allah, terutama di saat-saat sulit. Keluhan dan keraguan adalah respons manusiawi, tetapi yang terpenting adalah bagaimana kita meresponsnya. Apakah kita terus meratap dalam keputusasaan, atau kita mencari dan mengandalkan pertolongan Tuhan? Seperti air yang mengalir dari batu, janji dan penyediaan Allah selalu tersedia bagi mereka yang mencari-Nya dengan tulus. Kisah ini menginspirasi kita untuk tidak pernah kehilangan harapan, karena di tangan Tuhan, bahkan gurun yang tandus pun dapat menjadi tempat berkat.