"Perintah-perintah ini, yang pada hari ini kuperintahkan kepadamu, janganlah engkau lupakan, tetapi haruslah engkau mengajarkannya dengan tekun kepada anak-anakmu dan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau berjalan di jalan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 6:6-7)
Simbol ketetapan dan keadilan dalam Keluaran 21-25.
Kitab Keluaran, khususnya pasal 21 hingga 25, merupakan bagian fundamental dalam narasi Alkitab yang merinci pemberian hukum dan perjanjian antara Allah dengan bangsa Israel. Bab-bab ini tidak hanya mengatur kehidupan sosial dan keadilan dalam masyarakat, tetapi juga menetapkan fondasi bagi ibadah dan relasi mereka dengan Sang Pencipta. Perintah-perintah ini menjadi panduan praktis bagi kehidupan sehari-hari bangsa pilihan tersebut, memastikan bahwa mereka dapat hidup dalam kekudusan dan memelihara perjanjian yang telah dibuat.
Pasal 21 dan 22 dari Kitab Keluaran menyajikan serangkaian undang-undang sipil dan pidana. Ini mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari perbudakan dan kompensasi bagi korban cedera, hingga aturan tentang pencurian dan kerusakan properti. Hukum-hukum ini dirancang untuk melindungi kaum yang lemah dan memastikan keadilan ditegakkan. Contohnya adalah aturan mengenai budak Ibrani yang hanya boleh diperbudak selama enam tahun, dan pada tahun ketujuh harus dibebaskan tanpa bayaran. Hal ini menunjukkan perhatian terhadap martabat manusia dan tidak adanya perbudakan seumur hidup yang brutal seperti yang umum terjadi pada zaman itu.
Selain itu, diatur pula tentang ganti rugi yang setimpal. Jika seseorang menyebabkan cedera pada orang lain, ia harus memberikan kompensasi yang sesuai. Ini adalah prinsip "mata ganti mata, gigi ganti gigi" yang sering disalahpahami, namun dalam konteks aslinya, tujuannya adalah untuk mencegah pembalasan yang berlebihan dan menjaga keseimbangan keadilan. Terdapat juga hukum-hukum yang mengatur tentang hewan ternak yang merusak tanaman orang lain, serta tanggung jawab atas hilangnya barang yang dipercayakan. Semua ini menggambarkan sistem hukum yang terperinci yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang tertib dan adil.
Puncak dari bagian ini adalah peresmian perjanjian antara Allah dan Israel di Gunung Sinai, seperti yang dijelaskan dalam pasal 19, 20, dan 24. Di sinilah Sepuluh Perintah Allah (Dekalog) diberikan, menjadi landasan moral dan rohani bagi umat pilihan. Perintah-perintah ini mencakup kewajiban utama terhadap Allah, seperti menyembah hanya Dia, tidak membuat patung berhala, dan menghormati nama-Nya. Selanjutnya, perintah-perintah ini juga mengatur hubungan antar sesama manusia, seperti menghormati orang tua, larangan membunuh, berzinah, mencuri, bersaksi dusta, dan iri hati.
Pasal 24 menggambarkan upacara perjanjian yang khidmat. Musa membacakan firman Tuhan kepada bangsa itu, dan seluruh umat setuju untuk taat. Darah korban dipercikkan sebagai simbol pengesahan perjanjian, menegaskan ikatan suci antara Allah dan umat-Nya. Perjanjian ini bukan hanya sebuah dekrit, tetapi merupakan dasar dari identitas Israel sebagai umat Allah. Ketaatan mereka pada perjanjian ini akan mendatangkan berkat, sementara ketidaktaatan akan membawa konsekuensi.
Pasal 25 hingga 31 kemudian merinci instruksi terperinci mengenai pembangunan Kemah Suci (Tabernakel) dan perabotan di dalamnya, serta penetapan imam dan pelaksanaan ibadah. Instruksi ini sangat spesifik, mencakup ukuran, bahan, dan desain dari Tabernakel, Tabut Perjanjian, meja roti sajian, kaki dian emas, mezbah pembakaran ukupan, mezbah korban bakaran, serta bejana-bejana lainnya. Keakuratan instruksi ini menekankan kekudusan Allah dan pentingnya beribadah kepada-Nya sesuai dengan cara yang telah ditetapkan.
Pembangunan Kemah Suci bukan sekadar pembangunan fisik, tetapi merupakan manifestasi kehadiran Allah di tengah-tengah umat-Nya. Ini menjadi pusat ibadah, tempat di mana umat Israel dapat datang kepada Allah dan memelihara hubungan mereka dengan-Nya melalui korban dan doa. Persyaratan detail untuk material, seperti emas murni, perak, tembaga, kain berwarna-warni, dan kayu akasia, menunjukkan kemuliaan dan kekayaan yang seharusnya mencerminkan keagungan Sang Ilahi. Penunjukan Harun dan keturunannya sebagai imam juga menetapkan hierarki dan mekanisme untuk pelayanan rohani, yang berperan penting dalam menengahi antara Allah yang kudus dan umat-Nya yang tidak kudus.
Secara keseluruhan, Keluaran 21-25 memberikan gambaran komprehensif tentang bagaimana Allah menetapkan dasar bagi kehidupan umat-Nya, baik dalam aspek keadilan sosial maupun dalam ibadah yang tulus. Ini adalah bukti kepedulian Allah terhadap kesejahteraan umat-Nya dan keinginan-Nya untuk memiliki hubungan yang kudus dan teratur dengan mereka.