Keluaran 21 hingga 26 merupakan bagian penting dari Kitab Keluaran yang menguraikan lebih lanjut tentang hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang diberikan oleh Allah kepada bangsa Israel di Gunung Sinai. Bagian ini memberikan pedoman rinci mengenai berbagai aspek kehidupan, baik sipil, sosial, maupun keagamaan, yang bertujuan untuk membentuk masyarakat yang adil, tertib, dan berkenan kepada-Nya.
Dalam pasal 21, kita mendapati hukum-hukum mengenai keadilan sipil. Ini mencakup peraturan tentang perbudakan, di mana budak Ibrani memiliki hak dan perlindungan tertentu, serta ketentuan mengenai hukuman atas kekerasan, pencurian, dan kerusakan properti. Hukum-hukum ini mencerminkan prinsip keadilan dan rasa hormat terhadap martabat manusia, bahkan dalam konteks sosial pada masa itu. Penting untuk dicatat bahwa peraturan ini bertujuan untuk mengatur masyarakat yang ada dan membawa mereka menuju pemahaman yang lebih baik tentang keadilan ilahi.
Pasal 22 dan 23 melanjutkan pembahasan hukum sipil dan keagamaan. Pasal 22 fokus pada perlindungan terhadap yang lemah, seperti janda dan anak yatim, serta peraturan mengenai ganti rugi dan tanggung jawab dalam berbagai situasi. Sementara itu, pasal 23 memberikan berbagai nasihat dan larangan, termasuk perintah untuk tidak memfitnah, tidak ikut campur dalam perkara yang tidak benar, dan untuk beristirahat pada hari Sabat. Perintah untuk tidak memutarbalikkan keadilan dan untuk tidak menerima suap menegaskan komitmen Allah terhadap keadilan yang murni.
Perjanjian antara Allah dan bangsa Israel diperkuat dalam pasal 24. Di sini, Musa membacakan seluruh firman TUHAN kepada bangsa itu, dan mereka dengan serempak menyatakan kesediaan untuk menaati segala yang difirmankan TUHAN. Darah korban dipercikkan sebagai tanda pengesahan perjanjian, sebuah simbol kuat dari hubungan yang mengikat antara Allah dan umat pilihan-Nya. Ini adalah momen krusial di mana bangsa Israel secara resmi mengikatkan diri pada hukum Allah.
Fokus beralih ke pembangunan Kemah Suci dalam pasal 25 hingga 26. Allah memberikan instruksi yang sangat terperinci mengenai pembangunan Kemah Suci, Tabut Perjanjian, Meja Roti Sajian, Kaki Dian, dan Mezbah Dupa. Setiap detail, mulai dari bahan yang digunakan hingga ukuran dan bentuknya, memiliki makna simbolis dan teologis yang mendalam. Pembangunan Kemah Suci ini bukan sekadar pembangunan fisik, melainkan manifestasi kehadiran Allah di antara umat-Nya, tempat di mana umat-Nya dapat mendekat kepada-Nya.
Pasal 26 secara khusus merinci tentang tabir, tiang-tiang, dan tirai-tirai Kemah Suci. Detail-detail ini, meskipun terlihat teknis, menunjukkan ketelitian dan kesucian yang dikehendaki Allah dalam ibadah kepada-Nya. Keberadaan tirai pemisah antara Ruang Mahakudus dan Ruang Suci melambangkan kesucian Allah yang luar biasa dan jarak yang ada antara Dia dan manusia, sebelum penebusan sempurna melalui Kristus terjadi. Semua ini mempersiapkan bangsa Israel untuk memiliki tempat khusus untuk beribadah dan mengalami hadirat Tuhan.
Secara keseluruhan, Keluaran 21-26 memberikan gambaran yang kaya tentang bagaimana Allah ingin umat-Nya hidup. Ini bukan hanya tentang peraturan, tetapi tentang pembentukan karakter, pembangunan komunitas yang adil, dan pemeliharaan hubungan yang kudus dengan-Nya. Kisah ini terus relevan hingga kini, mengajarkan kita tentang pentingnya keadilan, ketaatan, dan kesucian dalam perjalanan spiritual kita.