Perintah dan Ketentuan Ilahi
"Inilah hukum-hukum yang harus kamu letakkan di depan mereka." (Keluaran 21:1)
Kitab Keluaran, khususnya pasal 21 hingga 27, menyajikan serangkaian hukum, perintah, dan ketetapan yang ditujukan kepada bangsa Israel setelah mereka dibebaskan dari perbudakan di Mesir. Bagian ini sangat fundamental dalam pembentukan identitas dan struktur masyarakat Israel kuno, serta memberikan pandangan mendalam tentang keadilan, moralitas, dan tata kelola yang dikehendaki oleh Tuhan. Perintah-perintah ini bukan sekadar aturan legalistik, melainkan cerminan dari karakter ilahi yang berkehendak agar umat-Nya hidup dalam kesucian, kebenaran, dan saling menghormati.
Pasal 21 membuka dengan peraturan mengenai budak Ibrani, yang meskipun berada dalam kondisi perbudakan, memiliki hak-hak tertentu yang dilindungi. Ini mencakup batas waktu pelayanan, kemungkinan pembebasan, dan perlindungan dari perlakuan semena-mena. Kemudian, kitab ini membahas berbagai pelanggaran dan hukumannya, seperti penyerangan, pencurian, dan perusakan properti. Terdapat prinsip "mata ganti mata, gigi ganti gigi" (Lex Talionis) yang menekankan proporsionalitas hukuman dengan pelanggaran, bukan sebagai pembenaran balas dendam tanpa batas, melainkan untuk mencegah eskalasi konflik dan menjaga keseimbangan sosial. Peraturan ini juga mencakup kompensasi bagi korban, menunjukkan perhatian pada keadilan restoratif.
Hak-hak perempuan dan anak-anak juga diatur. Misalnya, mengenai hak-hak istri dan anak-anak yang tidak mendapatkan kasih sayang, serta ketentuan mengenai perbudakan anak-anak perempuan. Ketentuan ini menunjukkan upaya untuk membangun masyarakat yang peduli terhadap kaum rentan, meskipun dalam konteks zaman itu.
Lebih lanjut, pasal 22 dan 23 memperluas cakupan hukum ke ranah kepemilikan properti dan tanggung jawab sosial. Ada aturan yang sangat rinci mengenai hewan ternak yang dicuri atau dirusak, serta tanggung jawab atas kelalaian yang menyebabkan kerugian pada properti orang lain. Konsep ganti rugi ditekankan berulang kali, mendorong setiap individu untuk bertindak hati-hati dan bertanggung jawab atas tindakannya.
Pasal 23 memuat berbagai perintah penting lainnya, termasuk larangan memutarbalikkan keadilan, perintah untuk tidak memihak dalam perselisihan, serta pentingnya menghormati hak-hak orang asing, janda, dan yatim piatu. Perintah untuk tidak mengambil upeti (suap) menunjukkan komitmen terhadap integritas dalam sistem hukum. Ada juga peringatan agar tidak memfitnah atau menyebarkan berita bohong, yang merupakan fondasi penting bagi keharmonisan sosial.
Memasuki pasal 24, suasana bergeser ke arah perjanjian antara Tuhan dan umat-Nya, yang dikukuhkan dengan upacara pengurbanan dan penumpahan darah. Ini menandakan ikatan yang mendalam dan komitmen bersama. Setelah perjanjian ini, pasal-pasal berikutnya, yaitu 25 hingga 27, beralih ke instruksi detail mengenai pembangunan Kemah Suci (Tabernakel), tabut perjanjian, mezbah pembakaran ukupan, mezbah korban bakaran, hingga perabotan dan pakaian imam.
Instruksi ini tidak hanya mengenai arsitektur dan desain, tetapi juga menunjukkan kekudusan tempat ibadah dan perlunya kesucian dalam melayani Tuhan. Setiap detail, mulai dari bahan yang digunakan hingga warna-warna tertentu, memiliki makna simbolis dan teologis. Ini adalah panduan untuk menciptakan sebuah tempat di mana Tuhan berdiam di tengah umat-Nya, tempat pertemuan antara yang kudus dan yang tidak kudus.
Secara keseluruhan, Keluaran 21-27 merupakan gudang ajaran yang kaya. Bagian ini menunjukkan bagaimana Tuhan tidak hanya membebaskan umat-Nya dari penindasan fisik, tetapi juga membimbing mereka menuju pembentukan masyarakat yang adil, bermoral, dan kudus, yang berpusat pada ketaatan kepada firman-Nya dan kesadaran akan hadirat-Nya di tengah mereka. Perintah-perintah ini tetap relevan sebagai prinsip dasar dalam membangun kehidupan pribadi dan komunitas yang berlandaskan kebenaran dan kasih.