"Kalian harus membuat tempat kudus untuk Aku, supaya Aku dapat diam di tengah-tengah kalian." (Keluaran 25:8)
Kitab Keluaran, khususnya pasal 25 dan 31, mengisahkan momen krusial dalam sejarah perjanjian antara Allah dengan umat-Nya. Pasal 25 memuat instruksi terperinci dari Allah kepada Musa mengenai pembangunan Kemah Suci (Tabernakel). Ini bukanlah sekadar bangunan fisik, melainkan sebuah lambang kehadiran Allah yang akan diam di antara umat-Nya. Setiap detail, mulai dari bahan, ukuran, hingga ornamen, memiliki makna teologis yang mendalam. Tabernakel adalah pusat ibadah, tempat persembahan korban, dan titik temu antara kekudusan Allah dan keterbatasan manusia.
Perintah Allah untuk membangun Tabernakel menegaskan keinginan-Nya untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara intim dengan umat-Nya. Ini adalah wujud nyata dari kasih dan kesetiaan Allah, yang tidak meninggalkan umat-Nya bahkan di tengah perjalanan mereka di padang gurun. Tabernakel menjadi pengingat konstan akan perjanjian yang telah dibuat, sebuah jangkar spiritual yang memberikan kepastian dan harapan. Keberadaan Tabernakel di tengah perkemahan Israel menunjukkan bahwa Allah tidak hanya hadir, tetapi juga berdaulat atas kehidupan mereka.
Instruksi dalam Keluaran 25 mencakup pembuatan Tabut Perjanjian, Meja Roti Sajian, Kandil Emas, Selubung Kemah Suci, dan Mezbah Dupa. Masing-masing memiliki fungsi dan simbolisme tersendiri. Tabut Perjanjian, misalnya, memuat loh batu Sepuluh Perintah, melambangkan perjanjian Allah yang kekal dan kesucian hukum-Nya. Mezbah Dupa menandakan doa-doa umat yang naik ke hadirat Allah. Setiap elemen dirancang dengan keindahan dan ketepatan, mencerminkan kemuliaan dan kekudusan Sang Pencipta.
Dalam Keluaran 31, penekanan bergeser pada penunjukan Bezaleel dan Oholiab, serta orang-orang lain yang memiliki keahlian, untuk mengerjakan semua pekerjaan pembangunan Tabernakel. Allah tidak hanya memberikan instruksi, tetapi juga memberikan karunia dan hikmat rohani kepada mereka yang dipilih untuk melaksanakan tugas tersebut. Roh Allah memenuhi mereka, memberikan kemampuan artistik dan keahlian yang diperlukan untuk mewujudkan visi ilahi. Ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan untuk kemuliaan Allah harus didasari oleh tuntunan dan karunia Roh-Nya.
Pasal 31 juga menegaskan kembali pentingnya hari Sabat sebagai tanda perjanjian antara Allah dan umat-Nya. Menjaga kekudusan Sabat adalah sebuah ketaatan yang fundamental, sebuah pengingat mingguan akan penciptaan dan penebusan. Ketaatan ini tidak hanya merupakan kewajiban, tetapi juga kesempatan untuk mengalami kedekatan dengan Allah dan memulihkan kekuatan spiritual.
Ketika Tabernakel selesai dibangun dan didirikan, Keluaran 40 mencatat peristiwa yang luar biasa: awan menutupi Kemah Suci dan kemuliaan TUHAN memenuhi tempat itu. Ini adalah konfirmasi ilahi bahwa Allah menerima pekerjaan umat-Nya dan bahwa kehadiran-Nya akan nyata di antara mereka. Kemuliaan Allah ini bukan sekadar cahaya fisik, tetapi manifestasi dari kehadiran-Nya yang kudus, berkuasa, dan penuh kasih. Pengalaman ini menjadi fondasi spiritual bagi bangsa Israel selama bertahun-tahun pengembaraan mereka.
Memahami Keluaran 25 dan 31 memberi kita wawasan tentang sifat Allah yang berkeinginan untuk berdiam bersama umat-Nya, serta pentingnya ketaatan, keahlian yang dikuduskan, dan pemeliharaan perjanjian. Perintah-perintah ini, meskipun terkait dengan konteks sejarah kuno, tetap relevan bagi umat beriman di masa kini, mengingatkan kita akan panggilan untuk hidup kudus, menghormati Sabat, dan mencari kehadiran Allah dalam kehidupan sehari-hari.