Tafsir Keluaran 5:14
Ayat Keluaran 5:14, meskipun singkat, memuat sebuah narasi dramatis mengenai konsekuensi dari sebuah tindakan yang tidak sesuai dengan kehendak ilahi. Ayat ini sering kali dipahami dalam konteks yang lebih luas dari kejadian di Kitab Keluaran, yaitu perbudakan bangsa Israel di Mesir dan perjuangan mereka untuk meraih kebebasan. Namun, ayat ini secara spesifik merujuk pada tindakan Raja Daud, yang dijumpai dalam Kitab 2 Samuel pasal 24 dan Kitab 1 Tawarikh pasal 21, yang memerintahkan penghitungan jumlah penduduk Israel.
Dalam kisah Daud, perintah untuk menghitung rakyat ini timbul dari kesombongan dan keinginan untuk mengukur kekuatan militernya. Tindakan ini dianggap sebagai bentuk ketidakpercayaan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, yang seharusnya menjadi sumber kekuatan dan perlindungan Israel. Tuhan, melalui nabi-Nya, melihat tindakan ini sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan-Nya dan penolakan terhadap pengelolaan umat-Nya yang hanya dapat dilakukan oleh-Nya sendiri. Akibatnya, Tuhan murka dan memberikan pilihan kepada Daud untuk tiga hukuman: tiga tahun kelaparan, tiga bulan melarikan diri dari musuh, atau tiga hari penyakit sampar. Daud memilih yang terakhir, dan penyakit sampar menimpa Israel, menelan banyak korban.
Makna Mendalam dan Relevansinya
Keluaran 5:14, meskipun sering disalahartikan karena penomoran yang bisa membuat bingung dengan Kitab Keluaran, sebenarnya berasal dari Kitab Samuel dan Tawarikh. Namun, semangat ayat ini – konsekuensi dari tindakan kesombongan dan penolakan terhadap otoritas ilahi – memiliki relevansi yang universal. Ini mengajarkan kita tentang pentingnya kerendahan hati di hadapan Tuhan, pengakuan atas ketergantungan kita pada-Nya, dan bahaya dari kebanggaan yang membutakan.
Dalam kehidupan modern, ayat ini dapat menjadi pengingat bahwa tindakan yang didorong oleh ego, keinginan untuk mengontrol, atau rasa superioritas, dapat membawa konsekuensi negatif, baik bagi diri sendiri maupun komunitas. Penting untuk senantiasa memeriksa motivasi di balik setiap tindakan kita, memastikan bahwa itu selaras dengan prinsip-prinsip kebaikan, keadilan, dan penghormatan terhadap otoritas yang lebih tinggi, baik itu otoritas spiritual maupun otoritas yang diberlakukan secara adil dalam masyarakat.
Penghitungan rakyat oleh Daud bisa diinterpretasikan sebagai upaya untuk mengandalkan kekuatan manusiawi daripada kekuatan ilahi. Ini adalah sebuah pelajaran berharga bagi setiap individu dan pemimpin: mengukur dan mengandalkan kekuatan fisik atau materi semata tanpa mengikutsertakan dimensi spiritual dan ilahi adalah jalan yang penuh risiko. Keberhasilan yang sejati dan keberlangsungan sebuah bangsa atau individu bergantung pada fondasi yang kokoh berupa iman, ketaatan, dan penyerahan diri kepada kehendak Tuhan.
Lebih jauh lagi, ayat ini mengajak kita untuk merenungkan sifat keadilan ilahi. Murka Tuhan bukanlah kemarahan emosional seperti manusia, melainkan respons terhadap pelanggaran tatanan moral dan spiritual. Namun, keadilan-Nya selalu disertai dengan belas kasih. Dalam kisah Daud, setelah Daud bertobat dan mengakui kesalahannya, Tuhan menghentikan penyakit sampar. Ini menunjukkan bahwa pertobatan tulus selalu membuka pintu bagi pengampunan dan pemulihan.
Memahami ayat seperti Keluaran 5:14, meskipun konteks historisnya mungkin berbeda, memberikan kita wawasan berharga tentang prinsip-prinsip abadi yang mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan, serta implikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Ayat ini menggarisbawahi pesan universal tentang pentingnya kesadaran diri, kerendahan hati, dan penyerahan diri kepada kekuatan yang lebih besar.