8:18 Lendir & Katak

Keluaran 8 18: Lendir, Katak, dan Misteri Ilahi

"Tetapi ketika tukang-tukang berbuat demikian dengan ilmu-ilmu mereka untuk mendatangkan lendir, maka mereka tidak dapat. Dan para tukang berkatakata kepada Firaun: 'Inilah jari Allah.' Tetapi Firaun berkeras hati, dan tidak mendengarkan mereka, seperti yang telah difirmankan TUHAN."

Tantangan yang Tak Terduga

Ayat Keluaran 8:18 mencatat salah satu tulah yang menimpa Mesir, sebuah peristiwa yang penuh makna teologis dan historis. Tulah ini, yang melibatkan serbuan lendir dan katak, bukan sekadar demonstrasi kekuatan ilahi, melainkan sebuah narasi tentang kedaulatan Allah dan kecongkakan manusia. Ketika Allah melalui Musa dan Harun memohon kepada Firaun untuk membebaskan bangsa Israel, penolakan Firaun disambut dengan serangkaian bencana yang semakin dahsyat. Tulah katak adalah salah satu yang paling gamblang menggambarkan ketidakberdayaan manusia di hadapan kuasa Ilahi.

Yang menarik dari ayat ini adalah bagaimana para tukang sihir Mesir, yang sebelumnya mampu meniru beberapa mukjizat Musa, di sini dinyatakan tidak berdaya. Mereka tidak bisa mendatangkan lendir atau mengendalikan katak yang telah menyerbu negeri itu. Ini menunjukkan bahwa ada batas kemampuan mereka, dan bahwa kuasa yang mereka miliki tidak sebanding dengan kuasa Allah. Mereka sendiri mengakui, "Inilah jari Allah." Pengakuan ini, meskipun singkat, adalah momen krusial yang menegaskan superioritas Allah atas segala kekuatan spiritual atau magis yang dikenal manusia.

Keras Hati Firaun dan Konsekuensinya

Namun, pengakuan ini tidak serta-merta meluluhkan hati Firaun. Sebaliknya, ayat tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa Firaun berkeras hati. Keras hati di sini bukanlah sekadar keengganan, melainkan penolakan yang disengaja dan terus-menerus terhadap kehendak Allah. Ini adalah tema yang berulang dalam narasi Keluaran; Firaun digambarkan sebagai sosok yang hatinya dikeraskan, baik oleh dirinya sendiri maupun, dalam beberapa konteks, oleh Allah sendiri untuk menunjukkan kuasa-Nya.

Keras hati Firaun menjadi simbol penolakan manusia terhadap otoritas Ilahi, sebuah sikap yang sering kali berujung pada konsekuensi yang menghancurkan.

Sikap Firaun ini memiliki implikasi yang mendalam. Dengan menolak membebaskan bangsa Israel, ia tidak hanya memperpanjang penderitaan budak-budak itu, tetapi juga menempatkan dirinya dan seluruh negerinya dalam bahaya yang lebih besar. Tulah-tulah selanjutnya yang menimpa Mesir menjadi bukti nyata dari keseriusan penolakan Firaun. Ayat ini mengingatkan kita bahwa penolakan terhadap kebenaran ilahi dan kehendak Allah tidak akan berlalu tanpa akibat.

Makna Kekinian

Keluaran 8:18, meskipun berasal dari zaman kuno, masih relevan hingga kini. Pesan utamanya adalah tentang pengakuan akan kuasa Allah yang tak tertandingi dan bahaya dari keras hati manusia. Dalam kehidupan modern, kita mungkin tidak berhadapan dengan tulah katak, tetapi kita sering kali dihadapkan pada pilihan antara menuruti kehendak Allah atau mengikuti keinginan dan ambisi kita sendiri.

Para "tukang sihir" di zaman kita bisa jadi adalah berbagai sistem kepercayaan, ideologi, atau bahkan ilmu pengetahuan yang mencoba menafikan atau menggantikan peran Allah. Namun, pada akhirnya, tidak ada yang mampu menandingi kuasa dan hikmat Ilahi. Pengakuan akan "jari Allah" dalam berbagai peristiwa kehidupan—baik yang menakjubkan maupun yang mengerikan—dapat membawa kita pada kerendahan hati dan penyerahan diri.

Keras hati Firaun mengajarkan kita untuk senantiasa memeriksa hati kita, agar tidak menjadi tuli terhadap suara kebenaran atau keras terhadap tuntunan Ilahi. Dengan memahami kisah Keluaran 8:18, kita diajak untuk merenungkan di mana posisi kita di hadapan Sang Pencipta dan pentingnya untuk selalu membuka diri terhadap kebenaran-Nya, demi kedamaian dan keselamatan diri kita sendiri, serta orang-orang di sekitar kita.