"Sesungguhnya aku sekarang mengerti, bahwa Allah tidak memandang bulu.
Tetapi Ia menerima setiap orang dari bangsa mana pun yang takut kepada-Nya
dan yang mengusahakan keadilan."
(Kisah Para Rasul 10:34-35)
Ilustrasi pertemuan dan persatuan tanpa memandang latar belakang.
Kitab Kisah Para Rasul menyajikan perjalanan luar biasa gereja mula-mula, dipenuhi dengan mukjizat, penganiayaan, dan penyebaran Injil yang tak terhentikan. Dua bab penting yang memberikan pemahaman mendalam tentang perluasan Kerajaan Allah adalah Kisah Para Rasul pasal 10 dan 15. Pasal 10 menceritakan kisah Kornelius, seorang perwira Romawi yang saleh, yang meskipun bukan Yahudi, sangat takut akan Allah dan sering berdoa. Melalui penglihatan yang ajaib, ia diperintahkan untuk mencari Petrus. Di sisi lain, Petrus, seorang nelayan Yahudi, juga menerima penglihatan yang mengajarkan kepadanya untuk tidak menganggap najis apa pun yang telah disucikan Allah.
Pertemuan antara Petrus dan Kornelius menandai titik balik yang monumental. Ketika Petrus tiba di rumah Kornelius dan mulai berkhotbah, Roh Kudus turun ke atas semua orang yang mendengarkan, baik orang Yahudi maupun non-Yahudi. Ini adalah bukti yang tak terbantahkan bahwa Allah menerima semua orang yang percaya kepada-Nya, tanpa memandang suku atau latar belakang mereka. Ayub 10:34-35 dengan jelas menyatakan kebenaran ini: "Sesungguhnya aku sekarang mengerti, bahwa Allah tidak memandang bulu." Peristiwa ini membuka pintu lebar-lebar bagi kabar baik Yesus Kristus untuk menjangkau bangsa-bangsa bukan Yahudi.
Bab 15 dari Kisah Para Rasul membawa kita ke sebuah pertemuan penting di Yerusalem. Muncul perdebatan sengit di antara jemaat mengenai apakah orang-orang bukan Yahudi yang percaya kepada Kristus harus disunat dan mengikuti hukum Taurat Musa. Kelompok tertentu dari kalangan Yahudi bersikeras bahwa sunat adalah syarat mutlak untuk keselamatan. Hal ini menimbulkan kebingungan dan perpecahan di dalam gereja yang baru lahir.
Para rasul dan penatua berkumpul untuk membahas masalah ini. Setelah diskusi panjang dan perdebatan yang mendalam, dengan partisipasi penting dari Petrus dan Barnabas yang menceritakan pengalaman mereka dengan orang bukan Yahudi, Yakobus memberikan resolusi yang bijak. Keputusannya adalah bahwa orang-orang percaya dari bangsa lain tidak perlu disunat atau mematuhi seluruh hukum Taurat. Mereka hanya perlu menjauhi hal-hal yang dicemarkan berhala, percabulan, hasil jerat, dan darah. Keputusan ini menegaskan kembali prinsip yang telah diungkapkan melalui Petrus dalam pasal 10: keselamatan datang melalui kasih karunia Allah oleh iman kepada Yesus Kristus, bukan melalui perbuatan hukum Taurat.
Kisah Para Rasul 10 dan 15 sama-sama menekankan tema universalitas kasih Allah dan inklusivitas rencana keselamatan-Nya. Kedua kisah ini mengajarkan bahwa iman kepada Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan kepada Allah, dan bahwa Ia menerima semua orang tanpa memandang asal usul mereka. Ini adalah pesan yang revolusioner pada masanya, yang menantang norma-norma sosial dan agama yang sudah mengakar.
Di dunia modern ini, pengajaran dari pasal-pasal ini tetap sangat relevan. Ajaran ini mendorong kita untuk menolak segala bentuk prasangka, diskriminasi, dan eksklusivisme dalam komunitas kita. Gereja dipanggil untuk menjadi tempat di mana setiap orang, tanpa memandang ras, kebangsaan, status sosial, atau latar belakang apa pun, merasa diterima, dikasihi, dan dihargai. Kisah rasul ini adalah pengingat abadi bahwa kasih Kristus melampaui semua batasan, merangkul seluruh umat manusia dalam satu tubuh yang baru.