Kisah Rasul 10-16: Pertobatan dan Perluasan Kabar Baik

"Sesungguhnya aku sekarang benar-benar mengerti, bahwa Allah tidak memandang bulu. Tetapi setiap orang dari bangsa mana pun yang takut akan Dia dan yang mengusahakan kebenaran, Ia berkenan kepadanya." (Kisah Para Rasul 10:34-35)

Perluasan Kabar Baik ke Bangsa Lain

Bagian dari Kisah Para Rasul, mulai dari pasal 10 hingga 16, merupakan sebuah lompatan besar dalam sejarah penyebaran kabar baik. Ini adalah periode di mana pesan Kristus tidak lagi terbatas pada kalangan Yahudi saja, melainkan mulai merambah ke bangsa-bangsa lain. Perubahan paradigma ini tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui serangkaian peristiwa ilahi yang membongkar batasan-batasan lama dan membuka pintu bagi semua orang untuk menerima keselamatan.

Perjumpaan yang Mengubah Perspektif: Kornelius dan Petrus

Bab 10 Kisah Para Rasul memulai kisahnya dengan seorang perwira Romawi bernama Kornelius. Ia adalah seorang yang saleh, takut akan Tuhan, dan banyak memberi sedekah. Meskipun bukan seorang Yahudi, ia memiliki hati yang terbuka untuk beribadah kepada Tuhan. Suatu hari, melalui sebuah penglihatan, Kornelius diutus untuk mencari Simon Petrus di Yope. Sementara itu, Petrus sendiri mengalami penglihatan yang menantang prasangka-prasangka Yahudi tentang makanan haram dan pergaulan dengan orang non-Yahudi. Penglihatan ini mengajarkan Petrus bahwa tidak ada seorang pun yang boleh dianggap najis atau tidak layak di hadapan Allah.

Ketika Kornelius dan para utusannya tiba di Yope, Petrus, yang awalnya ragu, akhirnya pergi bersama mereka ke Kaisarea. Di sana, di hadapan Kornelius dan keluarganya, Petrus memproklamasikan Injil Yesus Kristus. Sungguh ajaib, Roh Kudus turun atas semua orang yang mendengarkan firman itu, bahkan sebelum mereka dibaptis. Ini adalah bukti nyata bahwa Allah menerima bangsa-bangsa lain, bukan hanya orang Yahudi. Peristiwa ini menjadi titik balik krusial, menegaskan bahwa keselamatan melalui Yesus adalah untuk semua orang yang percaya, tanpa memandang suku, bangsa, atau latar belakang.

Perjalanan Misioner Paulus dan Barnabas

Selanjutnya, pasal-pasal berikutnya mengisahkan tentang perjalanan misioner yang gigih dari para rasul, terutama Paulus dan Barnabas. Mereka memulai pelayanan mereka di Antiokhia, Suriah, yang menjadi pusat misi Kristen perdana. Dari sana, mereka diutus oleh Roh Kudus untuk memberitakan Injil ke berbagai wilayah, termasuk Siprus dan Asia Kecil (yang sekarang menjadi bagian dari Turki).

Perjalanan mereka tidak selalu mulus. Mereka menghadapi berbagai tantangan, termasuk penolakan, penganiayaan, bahkan lemparan batu. Namun, dengan keyakinan yang teguh dan pertolongan Roh Kudus, mereka terus melangkah. Di setiap kota yang mereka kunjungi, mereka berkhotbah di sinagoge terlebih dahulu, menjangkau orang Yahudi. Namun, ketika mereka melihat hati yang terbuka dan kerinduan akan kebenaran, mereka pun kemudian mengalihkan perhatian mereka kepada bangsa-bangsa lain. Mereka mendirikan jemaat-jemaat baru di berbagai kota seperti Derbe, Lystra, Ikonium, dan Antiokhia di Pisidia.

Konsili Yerusalem: Meneguhkan Prinsip Keselamatan

Munculnya begitu banyak orang non-Yahudi yang percaya menimbulkan pertanyaan teologis dan praktis di kalangan jemaat, terutama mengenai apakah orang non-Yahudi harus mengikuti hukum Taurat Yahudi (khususnya sunat) untuk menjadi pengikut Kristus. Hal ini memicu diadakannya Konsili Yerusalem, yang dicatat dalam Kisah Para Rasul pasal 15. Setelah diskusi yang panjang dan perdebatan yang serius, para rasul dan penatua, dipimpin oleh Yakobus, memutuskan bahwa orang non-Yahudi tidak perlu disunat atau mematuhi semua hukum Taurat. Mereka cukup menjauhi pencemaran berhala, percabulan, serta makan daging binatang yang dicekik dan darah.

Keputusan ini sangat penting. Ia menegaskan kembali prinsip utama Injil: keselamatan adalah anugerah melalui iman kepada Yesus Kristus, bukan melalui ketaatan pada hukum Taurat. Ini membebaskan banyak orang dari beban yang tidak perlu dan memastikan bahwa kabar baik benar-benar dapat diakses oleh semua orang, di mana pun mereka berada. Kisah Rasul 10-16 bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga pengingat abadi tentang kasih Allah yang tak terbatas dan kehendak-Nya untuk menjangkau semua umat manusia.