Rasul

Kisah Rasul 11:9

Tetapi suara dari langit berkata pula untuk kedua kalinya: "Apa yang telah disucikan Allah, tidak boleh kamu sebut najis."

Kisah Para Rasul pasal 11 mencatat salah satu momen krusial dalam perluasan Injil ke luar komunitas Yahudi. Di sinilah kita melihat bagaimana Allah secara aktif bekerja untuk menghancurkan prasangka dan membuka pintu keselamatan bagi bangsa-bangsa lain. Inti dari peristiwa ini adalah penglihatan yang diterima oleh Rasul Petrus, yang kemudian ia bagikan kepada orang-orang percaya di Yerusalem.

Pada mulanya, pemberitaan Injil terbatas pada kaum Yahudi. Para rasul, termasuk Petrus, masih bergulat dengan pemahaman tentang cakupan rencana keselamatan Allah. Mereka terbiasa dengan hukum Taurat yang membedakan antara yang halal dan haram, antara orang Yahudi dan bangsa-bangsa lain (kaum bukan Yahudi). Namun, Allah memiliki rencana yang jauh lebih luas dan inklusif.

Penglihatan yang Mengubah Perspektif

Petrus berada di Yope ketika ia diberi penglihatan yang luar biasa. Ia melihat sesuatu seperti kain besar yang diturunkan dari langit, berisi berbagai macam binatang berkaki empat, binatang menjalar, dan burung-burung. Lalu terdengar suara yang menyuruhnya, "Bangunlah, Petrus, sembelihlah dan makanlah!" Dalam hati Petrus yang terkejut, ia menjawab, "Tidak, Tuhan, sebab aku belum pernah makan sesuatu yang haram atau yang najis." Namun, suara itu terdengar lagi untuk kedua kalinya, menegaskan, "Apa yang telah disucikan Allah, tidak boleh kamu sebut najis."

Penglihatan ini tidak hanya sekali, tetapi terjadi berulang kali, menunjukkan pentingnya pesan yang ingin disampaikan Allah. Pengalaman ini sangat membingungkan Petrus. Mengapa Allah menunjukkannya binatang-binatang yang dianggap haram menurut hukum Taurat? Penglihatan ini bukanlah tentang makanan fisik semata, melainkan sebuah kiasan yang mendalam. Segera setelah penglihatan itu, orang-orang dari Kaisarea datang mencari Petrus untuk mengundangnya ke rumah Kornelius, seorang perwira Romawi yang saleh namun bukan Yahudi. Allah menggunakan penglihatan ini sebagai persiapan bagi Petrus untuk menerima dan berinteraksi dengan Kornelius dan keluarganya, yang akan menjadi orang-orang bukan Yahudi pertama yang menerima Injil secara penuh.

Implikasi Ilahi: Kesetaraan di Hadapan Allah

Peristiwa ini menjadi titik balik yang monumental. Petrus, meskipun awalnya ragu, akhirnya memahami bahwa Allah tidak memandang bulu. Penglihatan itu mengajarkan kepadanya bahwa Allah telah "menyucikan" orang-orang bukan Yahudi, menjadikannya layak untuk menerima kabar baik keselamatan melalui Yesus Kristus. Ketika Petrus sampai di rumah Kornelius dan mulai memberitakan Injil, Roh Kudus turun ke atas semua orang yang mendengarnya, sama seperti yang terjadi pada orang Yahudi di hari Pentakosta. Hal ini menjadi bukti yang tak terbantahkan bahwa Allah menerima bangsa-bangsa lain ke dalam umat-Nya.

Kisah Rasul 11:9, "Apa yang telah disucikan Allah, tidak boleh kamu sebut najis," menjadi prinsip teologis yang kuat. Ini menandakan bahwa dalam rencana keselamatan Kristus, batas-batas pemisah antara Yahudi dan bukan Yahudi telah dihapuskan. Semua orang yang percaya kepada Yesus, apa pun latar belakang etnis atau budaya mereka, dianggap suci dan diterima oleh Allah. Penglihatan Petrus adalah pelajaran berharga tentang keterbukaan kasih karunia Allah yang melampaui segala prasangka manusia dan batasan sosial. Ini adalah pengingat abadi bahwa kasih dan penebusan Allah tersedia bagi siapa saja yang mau beriman.