Kisah Para Rasul pasal 12 membuka lembaran baru dalam narasi perjuangan dan pertumbuhan gereja mula-mula. Ayat pertama, "Pada waktu itu Herodes raja mulai mencoba menggunakan kekerasan terhadap beberapa orang dari jemaat," menggarisbawahi sebuah periode penuh tantangan dan penganiayaan yang dihadapi oleh para pengikut Kristus. Herodes Agrippa I, seorang pemimpin yang ambisius dan dikenal akan kekejamannya, melihat gereja yang sedang berkembang sebagai ancaman bagi kekuasaannya dan tatanan yang ada. Ia bukan hanya ingin mempertahankan status quo, tetapi juga mencari dukungan dari kaum Yahudi yang memusuhi ajaran Kristen. Penganiayaan ini bukan sekadar intimidasi, melainkan sebuah upaya sistematis untuk menghancurkan gerakan yang baru lahir ini dari akarnya.
Ayat ini memberikan gambaran awal tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Herodes tidak hanya berhenti pada ancaman, tetapi segera bertindak dengan menangkap para rasul. Yakobus, saudara Yohanes, menjadi korban pertama yang dibunuh dengan pedang. Kematian Yakobus ini menjadi pukulan berat bagi jemaat, menunjukkan betapa seriusnya ancaman yang mereka hadapi. Namun, Herodes tidak berhenti di situ. Melihat bahwa tindakan ini menyenangkan sebagian orang, ia kemudian memerintahkan penangkapan Petrus, rasul kunci lainnya. Ini adalah momen krusial yang menguji iman dan ketahanan jemaat. Bagaimana para pengikut Yesus akan bereaksi di hadapan penganiayaan yang begitu brutal dan terorganisir?
Kisah ini mengingatkan kita bahwa iman tidak selalu berjalan di atas jalan yang mulus. Akan ada masa-masa sulit, ujian yang datang dalam berbagai bentuk, baik itu penolakan, kesalahpahaman, maupun penganiayaan langsung. Namun, di tengah kegelapan, terang Injil tetap bersinar. Kisah Para Rasul 12 tidak hanya tentang kekejaman Herodes, tetapi juga tentang kesetiaan para rasul dan kuasa doa jemaat. Saat Petrus dipenjara dan dijaga ketat, dengan ancaman hukuman mati yang menanti, jemaat tidak berdiam diri. Sebaliknya, mereka bersatu dalam doa yang tak henti-hentinya kepada Tuhan.
Kejadian ini menyoroti dua sisi mata uang: kekuasaan manusia yang bisa disalahgunakan untuk menindas, dan kuasa ilahi yang dapat bekerja secara ajaib di tengah keterbatasan manusia. Herodes percaya bahwa dengan kekuasaannya, ia dapat menghentikan penyebaran Kekristenan. Namun, ia lupa bahwa ada kuasa yang lebih besar yang mengendalikan jalannya sejarah. Penjara dan pedang tidak mampu memadamkan api iman yang telah dinyalakan di hati para pengikut Kristus. Kisah ini menjadi bukti nyata bahwa iman yang tulus, ketika diuji, justru akan semakin kuat dan menghasilkan kemenangan yang tidak terduga. Ini adalah pengingat yang kuat bagi kita semua untuk tetap teguh dalam iman, bahkan ketika badai kehidupan menerpa, karena di balik setiap kesulitan, ada janji kemenangan yang ditawarkan oleh Sang Ilahi.