"Sebab adalah baik bagi Roh Kudus dan bagi kami, janganlah kami menambah beban lain kepadamu, kecuali hal-hal yang perlu ini: yaitu, menjauhi persembahan berhala, menjauhi darah, menjauhi daging binatang yang dicekik dan menjauhi percabulan." (Kisah Para Rasul 15:28-29)
Kisah Para Rasul 15 dan 18 merupakan dua babak krusial dalam perjalanan gereja mula-mula, yang menandai perluasan misi Injil melampaui batas-batas etnis dan budaya Yahudi. Kedua bab ini menyoroti tantangan, keputusan penting, dan pertumbuhan iman yang dinamis di bawah pimpinan para rasul, terutama Paulus.
Pada Kisah Para Rasul 15, kita disajikan dengan sebuah pertemuan besar di Yerusalem. Perdebatan sengit muncul mengenai apakah orang-orang bukan Yahudi yang bertobat perlu disunat dan mematuhi hukum Taurat Musa agar dapat diselamatkan. Para rasul dan penatua berkumpul untuk mendiskusikan persoalan yang krusial ini. Petrus memberikan kesaksian kuat tentang bagaimana Tuhan telah menerima orang-orang bukan Yahudi dengan memberikan Roh Kudus kepada mereka, sama seperti kepada orang Yahudi. Kemudian, Yakobus, seorang pemimpin yang dihormati, mengajukan sebuah resolusi yang berfokus pada pokok-pokok penting yang harus dijauhi oleh orang percaya dari latar belakang bukan Yahudi: menjauhi persembahan berhala, darah, daging binatang yang dicekik, dan percabulan. Keputusan ini menjadi tonggak penting, yang menegaskan bahwa keselamatan adalah anugerah Allah melalui iman kepada Yesus Kristus, bukan melalui ketaatan pada hukum Taurat. Ini adalah deklarasi kebebasan Injil yang membebaskan dan membuka pintu bagi lebih banyak orang untuk mengenal Kristus.
Beranjak ke Kisah Para Rasul 18, kita melihat kelanjutan dari misi Paulus yang gigih. Setelah meninggalkan Atena, Paulus tiba di Korintus, sebuah kota metropolitan yang ramai dan kosmopolitan, tetapi juga dikenal dengan gaya hidupnya yang mewah dan moralitasnya yang longgar. Di sinilah Paulus bertemu dengan Akwila dan Priskila, sepasang suami istri Yahudi yang juga tukang kemah seperti dirinya. Bersama mereka, Paulus tinggal dan bekerja, sambil tak kenal lelah memberitakan Injil di sinagoge setiap Sabat. Perjuangan Paulus di Korintus tidaklah mudah. Ia menghadapi penolakan dari sebagian orang Yahudi, tetapi juga menyaksikan banyak orang Korintus yang percaya dan menerima Injil, bahkan kepala sinagoge, Crispus, beserta seluruh rumah tangganya. Kehadiran Silas dan Timotius kemudian memberikan penguatan bagi Paulus di Korintus, dan Tuhan sendiri meneguhkan perkataan Paulus dengan sebuah penglihatan, meyakinkannya bahwa tidak ada yang akan mencelakainya dan banyak orang akan diubahkan di kota itu.
Kisah Para Rasul 15 dan 18, ketika dilihat bersama, menunjukkan sebuah pola pertumbuhan gereja yang luar biasa. Bab 15 memberikan dasar teologis dan keputusan etis yang krusial untuk inklusivitas, sementara Bab 18 menggambarkan implementasi praktis dari misi yang inklusif tersebut. Paulus, dengan keberanian dan hikmat yang diberikan Tuhan, terus menjelajahi wilayah-wilayah baru, menghadapi tantangan, dan mendirikan jemaat-jemaat di tengah berbagai latar belakang budaya. Perjalanan mereka bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan iman yang memperluas batas-batas kerajaan Allah, menunjukkan bahwa kabar baik Yesus Kristus diperuntukkan bagi semua bangsa, semua suku, dan semua bahasa. Kisah ini terus menjadi inspirasi bagi kita untuk tidak takut menghadapi tantangan dalam menyebarkan kasih dan kebenaran Kristus di dunia yang semakin beragam.