Visualisasi perdebatan dalam gereja mula-mula.
Kisah Para Rasul 15:5 membawa kita pada sebuah momen krusial dalam sejarah gereja mula-mula. Di tengah perkembangan pesat Injil yang menjangkau bangsa-bangsa non-Yahudi, muncul perbedaan pandangan yang signifikan mengenai persyaratan untuk menjadi pengikut Kristus. Ayat ini secara spesifik menyoroti sekelompok orang dari latar belakang Farisi yang telah percaya kepada Yesus, namun masih terpaku pada hukum Taurat sebagai syarat utama.
Mereka berpendapat bahwa setiap orang yang ingin bergabung dengan komunitas orang percaya, terutama mereka yang berasal dari bangsa non-Yahudi, haruslah disunat dan diwajibkan untuk menaati seluruh hukum Musa. Pandangan ini sangat berakar pada tradisi dan pemahaman keagamaan Yahudi yang melihat sunat sebagai tanda perjanjian dan ketaatan kepada Allah. Bagi mereka, penyertaan bangsa-bangsa lain dalam umat Allah harus melalui "pintu" tradisi Yahudi.
Argumen seperti ini bukanlah sesuatu yang baru. Sejak awal pemberitaan Injil kepada orang-orang bukan Yahudi, telah ada tekanan untuk mereka mengikuti adat istiadat Yahudi. Rasul Paulus sendiri seringkali menghadapi penolakan dan keraguan dari kalangan Yahudi yang masih menganut pandangan bahwa keselamatan hanya bagi keturunan Abraham dan melalui pemenuhan hukum Taurat. Kisah Rasul 15:5 ini merupakan ilustrasi nyata dari konflik internal yang terjadi, di mana iman baru kepada Kristus harus bernegosiasi dengan praktik-praktik keagamaan lama.
Perdebatan ini memiliki implikasi yang sangat luas. Jika ajaran tentang keharusan sunat dan menaati hukum Musa ini diterima, maka pesan Injil akan menjadi sangat terbatas. Keselamatan yang seharusnya menjadi anugerah cuma-cuma melalui iman kepada Yesus Kristus, akan dibebani dengan persyaratan yang berat dan sulit dipenuhi, terutama bagi bangsa-bangsa non-Yahudi. Hal ini akan menciptakan jurang pemisah yang tidak perlu dan menghambat penyebaran kabar baik ke seluruh dunia.
Untungnya, perjalanan gereja tidak berhenti pada perdebatan ini. Pasal 15 dari Kisah Para Rasul mencatat bagaimana rasul-rasul dan penatua di Yerusalem berkumpul untuk membahas masalah ini. Melalui diskusi yang dipimpin oleh Roh Kudus dan pertimbangan dari kesaksian para rasul, khususnya Petrus dan Barnabas yang telah melihat karya Allah yang sama pada bangsa-bangsa non-Yahudi, mereka akhirnya sampai pada kesimpulan yang membebaskan. Mereka memutuskan bahwa tidak perlu membebani orang percaya non-Yahudi dengan kewajiban sunat dan hukum Taurat.
Keputusan ini sangat monumental. Ini menegaskan bahwa keselamatan datang melalui iman kepada Yesus Kristus, bukan melalui perbuatan hukum Taurat. Pengajaran yang benar akhirnya menang, menegaskan universalitas kasih karunia Allah yang tersedia bagi siapa saja yang percaya, tanpa memandang latar belakang suku atau kebangsaan. Kisah Rasul 15:5 menjadi pengingat akan perjuangan untuk mempertahankan kebenaran Injil di tengah tekanan tradisi dan pandangan yang membatasi.