"Kemudian dari Troas ia melanjutkan perjalanannya menuju Neapolis, lalu ke Filipi. Filipi adalah sebuah kota di bagian Makedonia, sebuah koloni Romawi. Di kota inilah kami berdiam beberapa hari." (Kisah Para Rasul 16:11-12)
Kisah Para Rasul pasal 16 membawa kita pada salah satu perjalanan misi penting yang dijalani oleh Rasul Paulus. Setelah melewati berbagai kota dan mengalami tantangan di wilayah Asia Kecil, Paulus dan rekan-rekannya, Timotius dan Silas, diarahkan oleh Roh Kudus untuk melanjutkan pelayanan mereka ke wilayah Makedonia. Momen ini menandai perluasan Injil ke benua Eropa, sebuah langkah monumental dalam penyebaran Kekristenan. Perhentian pertama mereka di Eropa adalah kota Neapolis, dan dari sana mereka menuju Filipi.
Filipi bukanlah sekadar kota biasa. Ia adalah sebuah koloni Romawi yang penting, memiliki status dan pengaruh yang signifikan di wilayah tersebut. Di Filipi, Paulus tidak segera menemukan sinagoge tempat ia biasa memulai pengajarannya. Namun, imannya tidak goyah. Pada hari Sabat, ia dan teman-temannya pergi ke luar gerbang kota, ke tepi sungai, di mana mereka berharap menemukan orang-orang Yahudi untuk berdoa. Di sana, mereka bertemu dengan beberapa perempuan yang berkumpul, termasuk Lidia, seorang pedagang kain ungu dari Tiatira, yang hatinya dibukakan oleh Tuhan untuk mendengarkan perkataan Paulus.
Pertobatan Lidia dan seluruh rumah tangganya menjadi tanda awal yang luar biasa. Kisah ini bukan hanya tentang penyebaran doktrin, tetapi tentang bagaimana Tuhan bekerja melalui hamba-Nya untuk menjangkau hati yang haus akan kebenaran. Keberanian Paulus untuk memperkenalkan Injil, meskipun di tempat yang asing dan tanpa fasilitas keagamaan yang memadai, menunjukkan ketekunannya dalam misi ilahi. Penolakan atau penerimaan bukanlah penentu utama, melainkan kesetiaan untuk menyuarakan kabar baik.
Namun, pelayanan di Filipi tidak berjalan mulus sepenuhnya. Peristiwa selanjutnya yang tercatat dalam Kisah Para Rasul 16 adalah ketika Paulus dan Silas dilempari batu, dipukuli, dan dimasukkan ke dalam penjara karena mengusir roh tenung dari seorang perempuan yang membawa keuntungan besar bagi tuannya. Kejadian ini menunjukkan bahwa pemberitaan Injil seringkali dibarengi dengan penolakan dan penganiayaan. Dunia yang tidak siap menerima pesan pembebasan dari dosa seringkali bereaksi dengan permusuhan.
Meskipun berada dalam kondisi terburuk, di dalam penjara yang paling aman, Paulus dan Silas tidak berhenti memuji Tuhan. Nyanyian dan doa mereka di tengah malam itu bukan sekadar ekspresi kepasrahan, melainkan kesaksian iman yang teguh. Keadaan mereka yang mengerikan justru menjadi katalis bagi mukjizat. Tuhan menjawab doa dan pujian mereka dengan gempa bumi yang dahsyat, membuka semua pintu penjara dan melepaskan belenggu mereka. Penjaga penjara yang melihat peristiwa itu, diliputi ketakutan dan keheranan, akhirnya bertobat dan dibaptis bersama keluarganya.
Kisah rasul rasul 16 di Filipi ini memberikan pelajaran berharga. Pertama, tentang panggilan ilahi yang melintasi batas geografis dan budaya. Kedua, tentang bagaimana Tuhan bekerja melalui orang-orang sederhana seperti Lidia. Ketiga, tentang keteguhan iman di tengah penganiayaan, yang justru membawa pada keselamatan bagi orang lain. Keempat, bahwa bahkan dalam kesulitan terburuk, pujian dan doa dapat membuka jalan bagi campur tangan Tuhan yang luar biasa. Peristiwa di Filipi ini adalah bukti nyata bahwa Injil Yesus Kristus memiliki kekuatan untuk mengubah kehidupan, membebaskan dari perbudakan, dan mendatangkan pemulihan, tidak peduli di mana pun ia diberitakan.